Senin, 16 Desember 2013

IDENTITAS KELOMPOK


Noor JannahNama  : Noor Jannah 
Email  
noorjannah177@gmail.com  
Asal    : Samarinda
Prodi   : Pendidikan Anak Usia Dini
Kelas   : B Pagi
Nim    : 1205125047
Angkatan : 2012
Semester : III (Tiga)



Tika Karmila SariNama  : Tika Karmila Sari
Email  
tikakarmilasari@ymail.com  
Asal    : Samarinda
Prodi   : Pendidikan Anak Usia Dini
Kelas   : B Pagi
Nim    : 1205125038
Angkatan : 2012
Semester : III (Tiga)




Anak Hiperaktif



LAPORAN HASIL OBSERVASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
"ANAK HIPERAKTIF"







DISUSUN OLEH :
TIKA KARMILA SARI
1205125038
Kelas : B Pagi

  
DOSEN :
RAHMAN S.Pd, M.Pd





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya saya dapat menyelesaikan tugas ini. Dalam makalah ini saya juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen yang bersangkutan.
Dalam makalah ini saya membahas tentang masalah anak hiperaktif yang berisikan pengertian, faktor penyebab, karakteristik dan cara penangannya.
Untuk itu semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi orang lain maupun bagi saya sendiri.


Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Masa anak usia dini merupakan masa emas perkembangan, banyaknya pengalaman yang diperoleh anak melalui panca indera akan membuat otaknya menjadi subur dan berkembang. Kualitas otak  anak dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi, dan stimulasi/ rangsangan yang diterima anak setiap hari melalui panca inderanya. Rangsangan yang diterima oleh program PAUD membuat anak siap mengikuti pendidikan selanjutnya.
Perilaku siswa-siswi usia sekolah saat ini sangat beragam, Salah satu perilakunya adalah anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan seolah-olah tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Anak-anak tersebut biasanya mengalami gangguan dalam perkembangannya yaitu gangguan hiperkinetik yang secara luas di masyarakat disebut sebagai anak hiperaktif.
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaraan guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.

Anak Pemalu


LAPORAN HASIL OBSERVASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
"ANAK PEMALU"





DISUSUN OLEH :
SELVITARIANI NUR HAMZAH
1205125036



DOSEN :
RAHMAN S.Pd, M.Pd




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013


BAB 1
Pendahuluan
    A.    Latar Belakang
Perasaan malu adalah perasaan gelisah yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain atas dirinya. Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang "aneh", "hati-hati", "curiga" dan sebagainya.
Pada umumnya sejak lahir manusia telah memiliki sedikit perasaan malu, namun bila perasaan itu telah berubah menjadi semacam rasa takut yang berlebihan, maka hal itu akan menjadi suatu fobia, yaitu takut mengalami tekanan dari orang lain atau takut menghadapi masyarakat. Anak yang pemalu selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif bergaul dengan temannya yang lain.
Guru tidak mudah mengetahui apakah muridnya seorang pemalu, sebab pada umumnya mereka tidak suka berbuat kegaduhan atau masalah. Sifat pemalu dapat menjadi masalah yang cukup serius sebab akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga diri, belajar, dan penyesuaian diri. Umumnya ciri anak pemalu ialah terlalu sensitif, ragu-ragu, terisolir, murung, dan juga sulit bergaul. Jadi mereka perlu diberi bantuan.

Minggu, 15 Desember 2013

Anak Autis


Tugas Observasi Bimbingan dan Konseling di PAUD








Disusun oleh :
Mery Anggarda Pratiwi
Nim : 1205125005
Dosen :
Rahman, S.Pd., M.Pd



UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S-1 PAUD
2012/2013

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan tugas yang telah diberikan dengan mata kuliah Bimbingan dan konseling, pada kesempatan ini saya mengambil anak dengan penyandang auitisme sebagai objek untuk diamati dan dilakukan penanganan untuk beberapa kali. Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri, penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autisme masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini mungkin, sebaiknya jangan melebihi usia 5 tahun karena diatas usia ini perkembangan otak anak akan sangan melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat.
            Menurut Mudjito, autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidka mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Autis yang merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis.

Anak Nakal




LAPORAN HASIL OBSERVASI

BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI

"ANAK NAKAL"










DISUSUN OLEH :
SITI HARDIYANTI
1205125026




DOSEN :
RAHMAN S.Pd, M.Pd



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Orang tua merupakan pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya.

Sabtu, 14 Desember 2013

Anak Autis



HASIL LAPORAN OBSERVASI BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
(ANAK AUTIS) 


                                                              
 Oleh :

  Anastya Eka Yoanari
1205125035
Kelas : B Pagi
Dosen :
Rahman, S.Pd., M.Pd

                                                                                                                                                                               
PROGRAM STUDI S1-PAUD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang

Shertzer dan Stone (1971: 40), mengartikan bimbingan sebagai “a process of helping an individual to understand himself and his world ” artinya proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya. Sedangkan Hartono ( 2009 : 2), mengartikan konseling sebagai  sebuah proses bantuan profesional yang diberikan oleh konselor profesional kepada seorang konselingnya.
Layanan bimbingan konseling pada anak usia dini  sangat berbeda dengan konseling pada anak remaja atau dewasa, pada konseling anak remaja maupun dewasa pemecahan masalah serta tanggung jawab terhadap pilihan ada pada tangan konseli itu sendiri. Namun pada anak usia dini yang notabene usia masih di bawah usia pendidikan dasar yakni 0-6 tahun proses berpikir secara logis atau nalar masih belum terbentuk. Selain itu, usia ini masih merupakan usia bermain sehingga rasa tanggung jawabnya masih dalam proses pembentukan.
Pada dasarnya bimbingan konseling untuk anak usia dini merupakan salah satu komponen  terpenting dalam paud. Berfungsi sebagai tempat untuk bekerjasama antara guru dan anak, selain itu bimbingan konseling berfungsi sebagai tempat pengawasan dan sebagai sarana untuk mencari solusi setiap permasalahan pada anak.

Anak Manja



OBSERVASI
STUDI KASUS (ANAK MANJA)
BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD




Disusun Oleh:

Fatimah Nur Aini
1205125027
B Regular



Universitas Mulawarman
Pendidikan Anak Usia Dini
2012/2013


KATA PENGANTAR 



Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas studi kasus anak manja.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. 

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penlis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 









Samarinda,15Desember  2013  
    Penulis






DAFTAR ISI


Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.      Latar Belakang 1
B.      Rumusan Masalah 3
BAB II Dasar Teori 4
BAB III Pembahasan 7
A.      Analisis 7
B.      Sintesis 8
C.      Diagnosis 8
D.      Progmosis 9
E.       Treatment 9
BAB IV PENUTUP 11
A.      Kesimpulan 11
B.      Saran 11
Daftar Pustaka 13




BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Usia prasekolah merupakan waktu yang tepat untuk melatih kemandirian anak, memasuki masa ini anak sudah bisa menangkap keinginan orang tua dan kemandirian anak lama kelamaan akan semakin terbentuk setelah ia bersosialisasi dengan teman-temannya di sekolah (Puspaswara, 2001). Tingkat kemandirian anak biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sikap orang tua, lingkungan sekitar, tuntutan orang tua, kebiasaan di rumah, aktifitas di luar dan dalam rumah, serta peran anggota keluarga (Puspaswara, 2001). Subrata (1997) menambahkan bahwa faktor-faktor di atas berpengaruh dalam hal pembentukan kepribadian dan emosi anak. Salah satu wujud sikap orang tua  sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak yang sering kita lihat pada era sekarang adalah banyaknya ibu-ibu yang bekerja demi memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarga atau sekedar memenuhi tuntutan karier
 Permasalahan yang sering timbul akibat ibu bekerja adalah keinginan anak selalu dituruti, anak lebih bebas dalam melakukan aktifitas, anak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan cenderung punya cita-cita yang lebih tinggi (Hartono, 1997). Sedangkan anak dengan ibu yang tidak bekerja lebih cenderung kegiatan di rumah serba dibantu, sikap orang tua selalu melindungi, terlalu khawatir, anak lebih terikat dalam segala hal, kegiatan anak di luar rumah kurang sehingga anak kurang mampu memecahkan masalah yang timbul (Hartono, 1997). Kondisi tersebut dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemandirian anak, seperti aktifitas anak terbatas, anak sering takut dalam menentukan pilihan (Hartono, 1997).
            Upaya yang dapat digunakan dalam pengembangan kemandirian anak yaitu  peran aktif orang tua dalam menciptakan lingkungan rumah sebagai lingkungan sosial yang pertama yang dialami oleh anak, dimana anak secara bertahap mampu melepaskan diri dari ketergantungan serta perlindungan yang mutlak dari orang tuanya (Gunarsa, 1995). Kedua orang tua dapat mengembangkan rasa kasih sayang yang berimbang dengan memberi kesempatan anak menunjukkan kasih sayang (Hartono, 1997).
            Masa prasekolah menurut Munandar (1992) merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal dengan batasan anak usia prasekolah yaitu antara usia 1 sampai 6 tahun (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997). Tim pengembangan Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK)  (1989) , berpendapat bahwa pada masa prasekolah akan timbul dorongan yang sangat kuat untuk menuntut pengakuan dirinya. Kemauannya harus selalu dituruti dan emosinya sering meluap-luap disertai dengan perilaku agresif yang sangat kuat, terutama kalau keinginannya tidak dituruti, biasanya anak akan sadar ingin melepaskan diri dari pengaruh ibunya dan mau berdiri sendiri, sebab didorong oleh gairah hidup yang positif dan kuat (Hartono, 1994). Perkembangan anak prasekolah berhubungan dengan tingkat kemandirian andiri merupakan ciri utama anak usia prasekolah, penguasaan ketrampilan motorik, kognitif dan bahasa membuatnya percaya diri dalam mengalami proses tumbuh kembangnya sehingga anak menjadi mandiri (Hurlock, 1997).