Minggu, 15 Desember 2013

Anak Nakal




LAPORAN HASIL OBSERVASI

BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI

"ANAK NAKAL"










DISUSUN OLEH :
SITI HARDIYANTI
1205125026




DOSEN :
RAHMAN S.Pd, M.Pd



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Orang tua merupakan pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya.

B.RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan diulas adalah:
1. Mengapa anak menjadi nakal?
2. Apa penyebabnya?
3. Bagaimana cara mengatasinya?
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah bimbingan konseling.

BAB II
DASAR TEORI
A.  Pengertian Anak Nakal
Anak nakal adalah anak yang suka berulah, tidak mau diatur, kalau punya keinginan harus segera dipenuhi, kalau tidak dipenuhi anak akan mengamuk,  usil, dan suka mengganggu saudaranya atau teman-temannya. Anak yang seperti ini memang bikin orangtua serba salah. Kalau disikapi dengan keras, tingkah laku anak akan semakin menjadi-jadi. Disikapi dengan lemah lembut, tingkah anak tidak juga berhenti.
Sebenarnya, untuk mengatasi perilaku luar biasa pada anak ini, orangtua perlu memahami sebab-sebab timbulnya kenakalan pada anak. Kenakalan anak pada dasarnya merupakan bentuk protes anak terhadap orangtuanya. Anak nakal pada dasarnya merupakan akibat dari kekeliruan pola asuh orangtuanya. Jadi kalau anak kita nakal, salahkan diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian kita mencoba memahami mengapa anak kita menjadi nakal.
B.  Sebab-Sebab Anak Menjadi Nakal
  1. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak. Anak yang merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya biasanya akan mencari kompensasi perilaku untuk mendapatkan perhatian itu. Salah satunya dengan perilaku nakal.
  2. Orangtua mengabaikan anak. Kali ini orangtua tidak hanya sekedar kurang perhatian, tetapi sudah sampai pada taraf mengabaikan anak. Salah satu contoh adalah, ketika anak memanggil atau mengajak bicara ayah atau ibunya, mereka tidak segera menjawab atau bahkan membiarkannya saja sehingga anak terpaksa harus memanggil dua tiga sampai lima kali. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kalau merasa diabaikan pasti akan menjadi jengkel dan marah.
  3. Orangtua tidak mau memahami anak. Orangtua yang terlalu banyak menuntut anak tanpa diimbangi dengan upaya untuk memahami anak, bisa membuat anak frustasi dan marah. Akibatnya anak akan menjadi nakal.
Setelah orangtua memahami apa penyebab munculnya perilaku nakal pada anak, tiba waktunya bagi orangtua untuk mencoba mengatasi dan memperbaiki perilaku anak tersebut.
C.  Cara Mengatasi Kenakalan Anak
  1. Berikan perhatian dan kasih sayang lebih kepada anak setiap saat, tidak hanya pada saat perilaku nakal anak muncul. Perhatian dan aksih sayang ini tidak harus yang berbentuk sesuatu yang besar, istimewa dan lain dari yang lain. Perhatian dan kasih sayang ini bisa berujud hal-hal yang kecil-kecil seperti membelai rambut anak, memeluk, dan memberinya hadiah sesuatu yang kecil dan menyenangkan. Disarankan untuk memulai perhatian ini pada hal yang sekecil-kecilnya yang tidak disadari anak, tetapi dirasakannya. Sebab, kalau perhatian dan kasih sayang ini dirasakan berbeda oleh anak, bisa jadi anak akan menolaknya dan justru memancing munculnya perilaku nakalnya.
  2. Hargai anak, tempatkan ia sebagai seseorang yang sangat penting bagi kita, lebih penting dari rekan bisnis atau bahkan bos kita. Jadi, sekali pun pada suatu saat kita sedang berbicara dengan teman bisnis atau bos di telepon, kalau anaka memanggil, sempatkan waktu sedikit untuk menjawab panggilan anak dan memberinya perhatian.
  3. Pahami anak. Kadang-kadang orangtua menuntut terlalu tinggi sehingga anak tidak bisa memenuhi harapan orangtua. Dalam hal ini orangtua tidak boleh kecewa dan mencela anak. Tetap berikan apreasiasi yang positif dengan senyum penuh penerimaan, dan kebanggaan.
  4. Setiap kali perilaku anak muncul, alihkan energy dan perhatiannya pada hal-hal lain yang lebih positif sehingga perilaku nakalnya tidak berlarut-larut.
D.  Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam
1.      Mendidik anak
Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari perhiasan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’” (QS. Yunus: 57-58).
Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak, secara khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang ditimbulkan karena kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. at-Taghabun: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu” dalam firman-Nya adalah “melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[1]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya….”[2]
2.Fenomena kenakalan anak
Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak terkecuali kaum muslimin.

Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak. Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….”[3]
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mensyariatkan agama ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan Dialah yang maha mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk memperbaiki keadaan mereka?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta isinya) Maha MengetahuiB (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci).” (QS. al-Mulk: 14).
Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi adalah, untuk mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene kafir dan tidak mengenal keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, tenaga dan biaya besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada anak-anak mereka.Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan mereka, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu makna yang agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan, dia melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan akhirat. Dikarena dia telah berpaling dari fitrah yang Allah jadikan bagi dirinya, lalu dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri dan perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu melampaui batas.” (QS. al-Kahfi: 28).
Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memperhatikan sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan hatinya. Bahkan, (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah, keadaannya melampaui batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke jalan (yang benar).”[4]
Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau mengambil pelajaran dari semua ini?
2.Sebab kenakalan anak menurut syariat Islam
Termasuk sebab utama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat, sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat kepada-Mu).’”
(QS. Al-A’raf: 16-17).
Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”[5]

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.“[6]
Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke dunia. Padahal, bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia, dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah dewasa dan mengenal semua godaan tersebut?[7]
3.faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan akhlak pada anak
Di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.Pertama, pengaruh didikan buruk kedua orangtua
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua bayi (manusia) dilahirkan di atas fithrah (kecenderungan menerima kebenaran Islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”[8]
Hadits ini menunjukkan bahwa semua manusia yang dilahirkan di dunia memiliki hati yang cenderung kepada Islam dan tauhid, sehingga kalau dibiarkan dan tidak dipengaruhi maka nantinya dia akan menerima kebenaran Islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk, bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.[9]
Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Hadits yang agung ini menjelaskan sejauh mana pengaruh dari kedua orangtua terhadap (pendidikan) anaknya, dan (pengaruh mereka dalam) mengubah anak tersebut dalam penyimpangan dari konseuensi (kesucian) fitrahnya kepada kekafiran dan kefasikan….
(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah) jika seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahram-nya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktik (nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu. Inilah yang dinamakan ‘pengajaran pada fitrah (manusia)’.”[10]
b.Kedua, pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi). Maka, penjual minyak wangi bisa jadi memberimu minyak wangi atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi), bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya.”[11]
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena adanya pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka. Hadits tersebut sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka.[12]

c.Ketiga, sumber bacaan dan tontonan
Pada umumnya, anak-anak mempunyai jiwa yang masih polos, sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apa pun yang dilihat dan didengarnya dari sumber bacaan atau berbagai tontonan.
Apalagi, memang kebiasan meniru dan mengikuti orang lain merupakan salah satu watak bawaan manusia sejak lahir, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف

“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama. Maka, yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling berdekatan, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih.”[13]
Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat. Syekh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Hud: 120).
Beliau berkata, “Yaitu, supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para rasul ‘alaihimus sallam, karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shalih, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan….”[14]
Beberapa contoh cara mendidik anak yang nakal
Syariat Islam yang agung mengajarkan kepada umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa ditempuh untuk meluruskan penyimpangan akhlaknya. Di antara cara-cara tersebut adalah:
Pertama, teguran dan nasihat yang baik
Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung oleh pendidik terbesar bagi umat ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang anak kecil yang ketika sedang makan menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan) yang ada di hadapanmu.“[15]
Serta dalam hadits yang terkenal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak paman beliau, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu.”[16]
Kedua, menggantung tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah

Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”[17]
Bukanlah maksud hadits ini agar orangtua sering memukul anggota keluarganya, tapi maksudnya adalah sekadar membuat anggota keluarga takut terhadap ancaman tersebut, sehingga mereka meninggalkan perbuatan buruk dan tercela.[18]

Imam Ibnul Anbari rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”[19]
Masih banyak cara pendidikan bagi anak yang dicontohkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah[20] menyebutkan beberapa di antaranya, seperti: menampakkan muka masam untuk menunjukkan ketidaksukaan, mencela atau menegur dengan suara keras, berpaling atau tidak menegur dalam jangka waktu tertentu, memberi hukuman ringan yang tidak melanggar syariat, dan lain-lain.
Bolehkah memukul anak yang nakal untuk mendidiknya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan) shalat (lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.“[21] Hadits ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya –dan ini biasanya di usia sepuluh tahun. Dengan syarat, pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.[22]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya, “Bolehkah menghukum anak yang melakukan kesalahan dengan memukulnya atau meletakkan sesuatu yang pahit atau pedis di mulutnya, seperti cabai/ lombok?”, beliau menjawab, “Adapun mendidik (menghukum) anak dengan memukulnya, maka ini diperbolehkan (dalam agama Islam) jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun. Adapun memberikan sesuatu yang pedis (di mulutnya) maka ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya (mencelakakannya)…. Berbeda dengan pukulan yang dilakukan pada badan maka ini tidak mengapa (dilakukan) jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan (tentu saja) pukulan tersebut tidak terlalu keras. Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya dilihat (kondisinya), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan untuk memukul anak (berusia) sepuluh tahun karena meninggalkan shalat. Maka, yang berumur kurang dari sepuluh tahun hendaknya dilihat (kondisinya). Terkadang, seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat) sehingga bisa menerima pukulan, celaan, dan pelajaran darinya (maka anak seperti ini boleh dipukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka anak seperti ini tidak boleh dipukul).”[23]
4.Cara-cara menghukum anak yang tidak dibenarkan dalam Islam[24]
Di antara cara tersebut adalah:
1.         Memukul wajah
Ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau, yang artinya, “Jika salah seorang dari kalian memukul, maka hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”[25]
2.         Memukul yang terlalu keras sehingga berbekas
Ini juga dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.[26]
3.         Memukul dalam keadaan sangat marah
Ini juga dilarang karena dikhawatirkan lepas kontrol sehingga memukul secara berlebihan. Dari Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut karena kemarahan (yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau yang berkata, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti dari tanganku, kemudian beliau bersabda, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada kamu terhadap budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari) ini.‘”[27]
4.         Bersikap terlalu keras dan kasar
Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang terhalang dari (sifat) lemah lembut, maka (sungguh) dia akan terhalang dari (mendapat) kebaikan.”[28]
5.         Menampakkan kemarahan yang sangat
Ini juga dilarang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah orang yang kuat itu (diukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.“[29]

BAB III
PEMBAHASAN
A.ANALISIS
Program layanan bimbingan siswa ini dilakukan untuk membantu siswa kasus dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan tersebut praktikan berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam sebagai tambahan dan pelengkap. Adapun langkah-langkah yang ditempuh praktikan dalam kegiatan layanan bimbingan ini sebagai berikut:
1.        Hasil Pengumpulan Data Melalui Angket
Berikut hasil pengisian angket yang berhubungan dengan pribadi klien, sehingga perlu dijaga kerahasiaannya.
Identitas tentang siswa                  
1. Nama Lengkap                                :  Muhammad Lutfi
2.  Jenis Kelamin                                 :  Laki-laki
3.  Agama                                            :  Islam
4. Umur                                                :  4  Tahun
5. Cita-Cita                                           Penyanyi
6.  Hoby                                                Mendengarkan Lagu India
7. Status dalam keluarga                      :   Anak Kandung
8.Tinggi/Berat Badan                          :   100cm/20 kg
9. Pendidikan                                        Belum Sekolah
10. Tempat/Tgl Lahir                             Samarinda, 20 September 2009
11. Alamat Rumah                                 Jln. Gatot Subroto Gg.1 No.12 RT.44
12. Keterangan Keluarga
      a. Nama Ayah                                 :  Muammar Sofyan
        Agama                               :  Islam
        Umur                                 :  27 Tahun
        Pendidikan Terakhir         :  SMK
        Pekerjaan                          :  Wiraswasta
        Alamat                              :  Jln. Gatot Subroto Gg.1 No.30  RT.44
b.Nama  Ibu                                     Nike Ardila
        Agama                              :   Islam
        Umur                                  22 Tahun
        Pendidikan Terakhir            SMP
        Pekerjaan                            Ibu Rumah Tangga
       Alamat                                Jln. Gatot Subroto Gg.1 No.  RT.44
c. Keterangan Tempat Tinggal
       Tinggal Dengan                  :   Orang Tua
13. Keterangan Kesehatan jasmani anak
a.Keadaan mata                               : sehat
b.Keadaan pendengaran                  : sehat
c.Keadaan perawakan                      : sehat
d.Potensi jasmani                             : kuat
e. Penyakit Yang Pernah Diderita               :  Amandel
2. Keterangan
a.   Anak di lihat dari keadaan fisik
Berdasarkan hasil Pengamatan dan identitas anak  dan data pendukung lainnya, diketahui lutfi anak pertama . orang tua lutfi adalah seorang pekerja wiraswasta. lutfi adalah anak yang berwajah tampan, bentuk muka yang lonjong, rambat lurus, hidung mancung, tinggi tubuh 100cm dan berat badan 20 kg, lutfi mempunyai hobi mendengarkan musik india, cita-cita penyanyi.
Muhammad lutfi anak yang sehat, aktif, gagah dan termasuk anak yang sehat jasmani dan rohani bahkan tidak mempunyai Penyakit yang berbahaya.
b.Anak di lihat dari keadaan keluarga
lutfi tinggal bersama kedua orang tua kandungnya, dilihat dari kasat mata lutfi sangat terlihat sekali kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, karena dari tingkah kedua orang tuanya kepada lutfi sangat terlihat jelas . lutfi anak pertama dan belum mempunyai adik jadi saat ini dialah anak semata wayang. ayah lutfi bekerja wiraswasta, dan ibunya yang hanya mendapat pendidikan smp dan saat sekarang menjadi ibu rumah tangga namun sibuk sendiri dengan urusan ibunya yang masih berpenampilan dan bergaya anak muda seperti tidak mempunyai anak. lutfi digolongkan anak yang berkecukupan.
c.Anak di lihat dari keadaan tingkah laku sosial
lutfi anak yang mudah bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, tingkat bersosialisasinya tinggi namun kenakalanya kurang bisa diterima oleh teman-temannya. lutfi anaknya pendiam tapi tangannya yang jahil dan suka memukul dan ditegur dengan cara halus dan kasar pun tak mempan menjadikan dia sebagai anak yang nakal, suka mengganggu temannya, keluarga dan orang-orang di sekitarnya. . jadi anak-anak kurang mau berteman dan orang tua temannya tidak mengijinkan anaknya berteman dengan lutfi. lutfi kalau diajak bicara tidak mau menjawab pertanyaan padahal dia mendengar.
B.SINTESIS
Dari pengumpulan data baik berupa Identitas anak, observasi maupun wawancara yang diperoleh dengan berbagai metode di atas, secara umum dapat disimpulkan kondisi anak sebagai berikut.
1.Di lihat dari keadaan fisik
Lutfi adalah anak yang Tampan dan termasuk anak yang sehat jasmani dan rohani bahkan tidak mempunyai Penyakit yang berbahaya.
2.Di lihat dari keadaan keluarga
Lutfi adalah anak yang kurang kasih sayang dari orang tuanyakarena orang tuanya yang sibuk sehingga membuat lutfi kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya, jika lutfi berbuat kesalahan orang tua lutfi  langsung menegurnya dengan suara kerasa, berteriak, berkata kasat bahkan terbiasa langsung memukul.
3.Di lihat dari keadaan tingkah laku sosial
Lutfi adalah anak yang mudah bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, namun karena nakal, jahil dan suka memukul temanya, jarang ada yang mau berteman dengannya, dilingkungan tempat tinggal lutfi terbiasa jika anak yang nakal akan dipukuli oleh orang tuanya.

C.DIAGNOSIS
Diagnosis adalah dugaan terhadap kesulitan yang dihadapi oleh klien. Diagnosis ini merupakan tahap penemuan konsistensi dan pola-pola yang menuju pada pembuatan ringkasan masalah-masalah dan penyebab-penyebabnya secara tepat, serta ciri-ciri yang paling penting.
Dari hasil identifikasi yang dilakukan, dapat ditarik diagnosa terhadap diri siswa sebagai berikut:
-          lutfi menjadi anak yang nakal, keras kepala, jahil terhadap teman-temannya  karena kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada lutfi sehingga ia mencari perhatian dengan melakukan onar seperti menjahili teman-temannya, lutfi menjadi nakal ,tidak mau menurut dan memukul temannya karena orang tuanya yang selalu menyelesaikan masalah dengan memukulnya dan berkata kasar sehingga lutfi melampiaskan dengan mengganggu temannya dan menjadi nakal tak bisa diatur.
-          penyebab kenakalan anak bisa dikarenakan salah didikan dari orang tua, kurangnya perhatian dan kasih sayang yang orang tua berikan, pernikahan yang belum cukup usia(matang/dewasa), ketidak siapan orang tua untuk mempunyai anak dan kurang tahunya informasi atau pengetahuan dalam memdidik anak yang baik.
D.PROGNOSIS
Prognosis adalah langkah yang ditempuh setelah diagnosis. Prognosis merupakan suatu usaha memprediksi atau meramal kemungkinan yang akan terjadi pada siswa apabila masalah yang dihadapi tidak segera mendapat bantuan.:
-          Kenakalannya akan semakin menjadi bertambah
-          Rusaknya mental dan rasa empati anak kepada orang lain.
-          Berdampak buruk untuk kehidupannya dimasa depan
-          Anak akan susah mempunyai teman
E.TREATMENT
Usaha-usaha yang direncanakan dan dilakukan untuk pemberian bantuan kepada klien adalah sebagai berikut:
1.        Melakukan pendekatan kepada anak lebih intens dan terus menjalin komunikasi dengan baik dengan orang tuanya.
2.        Memberi arahan kepada orang tuanya agar orang tua dapat mengetahui langkah apa selanjutnya yang akan dia lakukan.
3.        Membuat komitmen dengan orang tua untuk bersama-sama mencari penyelesaian masalah  yang dihadapi anak .
4.        Mengarahkan menasehati orang tuanya agar tidak menyelesaikan masalah dengan memukul anak, den menegur anak dengan baik dan bisa dituruti anak dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang.

BAB IV
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
            Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. 

Orang tua menghadapi anak hendaknya tidak menggunakan kekerasan atau hukuman fisik. Orang tua mengarahkan anak dengan penuh kasih sayang dan memberikan penjelasan mengenai alasan dari nasehat orang tua dengan bahasa yang bisa dimengerti anak. Sehingga anak paham bahwa nasehat orang tua demi kebaikannya. Anak usia dini belum mampu menangkap perintah yang beruntun dengan kalimat panjang. Anak akan menganggap orang tua cerewet dan bosan mendengar nasehat orang tua yang menggunakan kalimat panjang dan beruntun.

B.SARAN
para orang tua yang seharusnya bertugas membimbing anak hendaknya orang tua tidak menuntut anak untuk melakukan semua keinginan maupun harapan orang tua tanpa memberi kesempatan anak mengemukakan pendapat dan keinginan anak dan sebagai orang tua jangan egois merasa dirinyalah yang paling benar tanpa memikirkan perasaan anak,  Anak akan merasa tertekan dan terancam ketika orang tua mengarahkan anak secara kaku. mendidik anak tidak dengan cara kekerasan , berkata yang kasar dan suara yang keras akan menimbulkan efek trauma pada diri anak dan anak akan tambah menjadi nakal dan tidak mau menurut namun ada cara lain yang bisa dimengerti anak yaitu dengan sentuhan kasih sayang, pendekatan kepada anak sehingga terjalainnya suatu komunikasi yang baik dan sangat membantu tunbuh kembang anak dimasa depan.


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar