LAPORAN HASIL OBSERVASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
"ANAK NAKAL"
DISUSUN OLEH :
SITI HARDIYANTI
1205125026
DOSEN :
RAHMAN S.Pd, M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Orang tua
merupakan pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-anak mereka,
karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari
pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik
pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya
dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar
perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
Orang tua
adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal
ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola
asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa
terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam
membesarkannya.
B.RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang akan diulas adalah:
1.
Mengapa anak menjadi nakal?
2.
Apa penyebabnya?
3.
Bagaimana cara mengatasinya?
4.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah bimbingan konseling.
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Anak Nakal
Anak nakal
adalah anak yang suka berulah, tidak mau diatur, kalau punya keinginan harus
segera dipenuhi, kalau tidak dipenuhi anak akan mengamuk, usil, dan suka
mengganggu saudaranya atau teman-temannya. Anak yang seperti ini memang bikin
orangtua serba salah. Kalau disikapi dengan keras, tingkah laku anak akan
semakin menjadi-jadi. Disikapi dengan lemah lembut, tingkah anak tidak juga
berhenti.
Sebenarnya, untuk mengatasi
perilaku luar biasa pada anak ini, orangtua perlu memahami sebab-sebab
timbulnya kenakalan pada anak. Kenakalan anak pada dasarnya merupakan bentuk
protes anak terhadap orangtuanya. Anak nakal pada dasarnya merupakan akibat
dari kekeliruan pola asuh orangtuanya. Jadi kalau anak kita nakal, salahkan
diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian kita mencoba memahami mengapa anak
kita menjadi nakal.
B. Sebab-Sebab
Anak Menjadi Nakal
- Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak. Anak yang merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya biasanya akan mencari kompensasi perilaku untuk mendapatkan perhatian itu. Salah satunya dengan perilaku nakal.
- Orangtua mengabaikan anak. Kali ini orangtua tidak hanya sekedar kurang perhatian, tetapi sudah sampai pada taraf mengabaikan anak. Salah satu contoh adalah, ketika anak memanggil atau mengajak bicara ayah atau ibunya, mereka tidak segera menjawab atau bahkan membiarkannya saja sehingga anak terpaksa harus memanggil dua tiga sampai lima kali. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kalau merasa diabaikan pasti akan menjadi jengkel dan marah.
- Orangtua tidak mau memahami anak. Orangtua yang terlalu banyak menuntut anak tanpa diimbangi dengan upaya untuk memahami anak, bisa membuat anak frustasi dan marah. Akibatnya anak akan menjadi nakal.
Setelah orangtua memahami apa penyebab munculnya
perilaku nakal pada anak, tiba waktunya bagi orangtua untuk mencoba mengatasi
dan memperbaiki perilaku anak tersebut.
C. Cara
Mengatasi Kenakalan Anak
- Berikan perhatian dan kasih sayang lebih kepada anak setiap saat, tidak hanya pada saat perilaku nakal anak muncul. Perhatian dan aksih sayang ini tidak harus yang berbentuk sesuatu yang besar, istimewa dan lain dari yang lain. Perhatian dan kasih sayang ini bisa berujud hal-hal yang kecil-kecil seperti membelai rambut anak, memeluk, dan memberinya hadiah sesuatu yang kecil dan menyenangkan. Disarankan untuk memulai perhatian ini pada hal yang sekecil-kecilnya yang tidak disadari anak, tetapi dirasakannya. Sebab, kalau perhatian dan kasih sayang ini dirasakan berbeda oleh anak, bisa jadi anak akan menolaknya dan justru memancing munculnya perilaku nakalnya.
- Hargai anak, tempatkan ia sebagai seseorang yang sangat penting bagi kita, lebih penting dari rekan bisnis atau bahkan bos kita. Jadi, sekali pun pada suatu saat kita sedang berbicara dengan teman bisnis atau bos di telepon, kalau anaka memanggil, sempatkan waktu sedikit untuk menjawab panggilan anak dan memberinya perhatian.
- Pahami anak. Kadang-kadang orangtua menuntut terlalu tinggi sehingga anak tidak bisa memenuhi harapan orangtua. Dalam hal ini orangtua tidak boleh kecewa dan mencela anak. Tetap berikan apreasiasi yang positif dengan senyum penuh penerimaan, dan kebanggaan.
- Setiap kali perilaku anak muncul, alihkan energy dan perhatiannya pada hal-hal lain yang lebih positif sehingga perilaku nakalnya tidak berlarut-larut.
D. Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran
Islam
1.
Mendidik
anak
Mendidik anak merupakan
perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi,
setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah
laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa
tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam
hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya. Sebagai orang yang beriman
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk
kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat
dari Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi penyakit-penyakit
dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari perhiasan
duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’” (QS. Yunus: 57-58).
Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak, secara
khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman akan
besarnya fitnah yang ditimbulkan karena kecintaan yang melampaui batas terhadap
mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ
مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah
kamu terhadap mereka…” (QS. at-Taghabun: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu” dalam firman-Nya adalah
“melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa menjerumuskanmu ke dalam
perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[1]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “…Karena
jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka
(dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar
(jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri
dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia
memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya
dan mendahulukan keridhaan-Nya….”[2]
2.Fenomena kenakalan anak
Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup memusingkan
dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena fenomena ini cukup
merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak terkecuali kaum
muslimin.
Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak. Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….”[3]
Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak. Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….”[3]
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mensyariatkan agama
ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan Dialah yang maha
mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk memperbaiki keadaan
mereka?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ
اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta
isinya) Maha MengetahuiB (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha
Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci).” (QS. al-Mulk: 14).
Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi adalah, untuk
mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru lebih percaya
dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang diajarkan oleh
orang-orang barat, yang notabene kafir dan tidak mengenal keagungan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, tenaga dan biaya
besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada anak-anak mereka.Mereka
lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan
kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka sangat jauh berpaling dan
lalai dari mengenal kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan mereka,
sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka lupa kepada segala
kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا
اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai)
kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri,
mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata,
“Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu makna yang
agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada Allah, maka
Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak
mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan, dia
melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan akhirat.
Dikarena dia telah berpaling dari fitrah yang Allah jadikan bagi dirinya, lalu
dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri dan
perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya
di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا
قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan
hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu
melampaui batas.” (QS. al-Kahfi: 28).
Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan
hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memperhatikan
sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan hatinya. Bahkan,
(kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah, keadaannya melampaui
batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke jalan (yang benar).”[4]
Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah bisa
diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk
dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah
orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang
baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau
mengambil pelajaran dari semua ini?
2.Sebab
kenakalan anak menurut syariat Islam
Termasuk sebab utama yang memicu
penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah
godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي
لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ
أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ
أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya
tersesat, sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari
kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur (taat kepada-Mu).’”
(QS. Al-A’raf: 16-17).
(QS. Al-A’raf: 16-17).
Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang
benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak
pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan usahanya
selanjutnya setelah manusia itu dewasa. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Aku menciptakan
hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada
kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama
mereka (Islam).”[5]
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah
tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.“[6]
Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa setan berupaya
keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke dunia. Padahal, bayi
yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia, dan godaan-godaan
duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah dewasa dan mengenal
semua godaan tersebut?[7]
3.faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan akhlak pada
anak
Di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.Pertama, pengaruh didikan buruk
kedua orangtua
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua
bayi (manusia) dilahirkan di atas fithrah (kecenderungan menerima kebenaran
Islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.”[8]
Hadits ini menunjukkan bahwa semua manusia yang dilahirkan
di dunia memiliki hati yang cenderung kepada Islam dan tauhid, sehingga kalau
dibiarkan dan tidak dipengaruhi maka nantinya dia akan menerima kebenaran
Islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk,
bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.[9]
Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Hadits yang agung
ini menjelaskan sejauh mana pengaruh dari kedua orangtua terhadap (pendidikan)
anaknya, dan (pengaruh mereka dalam) mengubah anak tersebut dalam penyimpangan
dari konseuensi (kesucian) fitrahnya kepada kekafiran dan kefasikan….
(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah) jika
seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga
kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan
agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang
bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahram-nya, dan lain sebagainya, maka ini
(secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktik (nyata) bagi
anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya
dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran
untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan
kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu. Inilah yang dinamakan ‘pengajaran
pada fitrah (manusia)’.”[10]
b.Kedua, pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk
b.Kedua, pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul)
yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir
(tempat menempa besi). Maka, penjual minyak wangi bisa jadi memberimu minyak
wangi atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan
mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa
besi), bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan
mencium aroma yang tidak sedap darinya.”[11]
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan
bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena adanya
pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka. Hadits tersebut
sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya
dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu
menyertai mereka.[12]
c.Ketiga, sumber bacaan dan tontonan
c.Ketiga, sumber bacaan dan tontonan
Pada umumnya, anak-anak mempunyai jiwa yang masih polos,
sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apa pun yang dilihat dan
didengarnya dari sumber bacaan atau berbagai tontonan.
Apalagi, memang kebiasan meniru dan mengikuti orang lain
merupakan salah satu watak bawaan manusia sejak lahir, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها
ائتلف وما تناكر اختلف
“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama. Maka,
yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling berdekatan, dan yang tidak
bersesuaian akan saling berselisih.”[13]
Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan
contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang
sangat efektif dan bermanfaat. Syekh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata
ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ
أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ
وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.”
(QS. Hud: 120).
(QS. Hud: 120).
Beliau berkata, “Yaitu, supaya hatimu tenang dan teguh
(dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para rasul
‘alaihimus sallam, karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti
(orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shalih,
serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan….”[14]
Beberapa contoh cara mendidik anak
yang nakal
Syariat Islam yang agung mengajarkan kepada umatnya beberapa
cara pendidikan bagi anak yang bisa ditempuh untuk meluruskan penyimpangan
akhlaknya. Di antara cara-cara tersebut adalah:
Pertama, teguran dan nasihat yang
baik
Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan
bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan
langsung oleh pendidik terbesar bagi umat ini, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, misalnya ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat
seorang anak kecil yang ketika sedang makan menjulurkan tangannya ke berbagai
sisi nampan makanan, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai
anak kecil, sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan
kananmu, serta makanlah (makanan) yang ada di hadapanmu.“[15]
Serta dalam hadits yang terkenal, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak paman beliau, Abdullah bin ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma, “Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan
beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah
maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka kamu
akan mendapati-Nya dihadapanmu.”[16]
Kedua, menggantung tongkat atau alat
pemukul lainnya di dinding rumah
Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”[17]
Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”[17]
Bukanlah maksud hadits ini agar orangtua sering memukul
anggota keluarganya, tapi maksudnya adalah sekadar membuat anggota keluarga
takut terhadap ancaman tersebut, sehingga mereka meninggalkan perbuatan buruk
dan tercela.[18]
Imam Ibnul Anbari rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”[19]
Imam Ibnul Anbari rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”[19]
Masih banyak cara pendidikan bagi anak yang dicontohkan
dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu rahimahullah[20] menyebutkan beberapa di antaranya, seperti:
menampakkan muka masam untuk menunjukkan ketidaksukaan, mencela atau menegur dengan
suara keras, berpaling atau tidak menegur dalam jangka waktu tertentu, memberi
hukuman ringan yang tidak melanggar syariat, dan lain-lain.
Bolehkah memukul anak yang nakal
untuk mendidiknya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan) shalat (lima waktu)
sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan)
shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta
pisahkanlah tempat tidur mereka.“[21] Hadits ini menunjukkan bolehnya memukul
anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar
syariat, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya bisa
menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya –dan ini biasanya di usia sepuluh
tahun. Dengan syarat, pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada
wajah.[22]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ketika
ditanya, “Bolehkah menghukum anak yang melakukan kesalahan dengan memukulnya
atau meletakkan sesuatu yang pahit atau pedis di mulutnya, seperti cabai/
lombok?”, beliau menjawab, “Adapun mendidik (menghukum) anak dengan memukulnya,
maka ini diperbolehkan (dalam agama Islam) jika anak tersebut telah mencapai
usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut, dan
ini biasanya di usia sepuluh tahun. Adapun memberikan sesuatu yang pedis (di
mulutnya) maka ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya
(mencelakakannya)…. Berbeda dengan pukulan yang dilakukan pada badan maka ini
tidak mengapa (dilakukan) jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya,
dan (tentu saja) pukulan tersebut tidak terlalu keras. Untuk anak yang berusia
kurang dari sepuluh tahun, hendaknya dilihat (kondisinya), karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan untuk memukul anak (berusia)
sepuluh tahun karena meninggalkan shalat. Maka, yang berumur kurang dari
sepuluh tahun hendaknya dilihat (kondisinya). Terkadang, seorang anak kecil
yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik),
kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat) sehingga bisa menerima pukulan, celaan,
dan pelajaran darinya (maka anak seperti ini boleh dipukul), dan terkadang ada
anak kecil yang tidak seperti itu (maka anak seperti ini tidak boleh
dipukul).”[23]
4.Cara-cara menghukum anak yang tidak dibenarkan dalam Islam[24]
Di antara cara tersebut adalah:
1.
Memukul
wajah
Ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabda beliau, yang artinya, “Jika salah seorang dari kalian memukul, maka
hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”[25]
2.
Memukul
yang terlalu keras sehingga berbekas
Ini juga dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits yang shahih.[26]
3.
Memukul
dalam keadaan sangat marah
Ini juga dilarang karena dikhawatirkan lepas kontrol sehingga
memukul secara berlebihan. Dari Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti,
maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu
Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut karena kemarahan (yang
sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau yang berkata, ‘Ketahuilah,
wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti
dari tanganku, kemudian beliau bersabda, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!
Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada kamu terhadap
budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya
setelah (hari) ini.‘”[27]
4.
Bersikap
terlalu keras dan kasar
Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang
merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang terhalang dari (sifat) lemah lembut, maka
(sungguh) dia akan terhalang dari (mendapat) kebaikan.”[28]
5.
Menampakkan
kemarahan yang sangat
Ini juga dilarang karena bertentangan dengan petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah orang yang kuat itu
(diukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), tetapi orang yang kuat adalah
yang mampu menahan dirinya ketika marah.“[29]
BAB III
PEMBAHASAN
A.ANALISIS
Program layanan bimbingan siswa ini
dilakukan untuk membantu siswa kasus dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Untuk mencapai tujuan tersebut praktikan berusaha mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dalam sebagai tambahan dan pelengkap. Adapun langkah-langkah
yang ditempuh praktikan dalam kegiatan layanan bimbingan ini sebagai berikut:
1.
Hasil Pengumpulan Data Melalui
Angket
Berikut hasil pengisian angket yang
berhubungan dengan pribadi klien, sehingga perlu dijaga kerahasiaannya.
Identitas tentang
siswa
1. Nama Lengkap
: Muhammad Lutfi
2. Jenis
Kelamin
: Laki-laki
3. Agama
: Islam
4. Umur
: 4 Tahun
5.
Cita-Cita
: Penyanyi
6.
Hoby
: Mendengarkan Lagu India
7. Status dalam
keluarga : Anak Kandung
8.Tinggi/Berat Badan
: 100cm/20 kg
9. Pendidikan
: Belum Sekolah
10. Tempat/Tgl Lahir
: Samarinda, 20 September 2009
11. Alamat Rumah
: Jln. Gatot Subroto Gg.1 No.12 RT.44
12. Keterangan Keluarga
a. Nama Ayah : Muammar Sofyan
Agama
:
Islam
Umur :
27 Tahun
Pendidikan
Terakhir : SMK
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jln. Gatot Subroto Gg.1 No.30 RT.44
b.Nama Ibu :
Nike Ardila
Agama
: Islam
Umur
: 22 Tahun
Pendidikan
Terakhir :
SMP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jln. Gatot Subroto Gg.1 No. RT.44
c. Keterangan
Tempat Tinggal
Tinggal Dengan
:
Orang Tua
13. Keterangan Kesehatan jasmani anak
a.Keadaan
mata : sehat
b.Keadaan
pendengaran :
sehat
c.Keadaan
perawakan :
sehat
d.Potensi
jasmani :
kuat
e. Penyakit
Yang Pernah Diderita : Amandel
2. Keterangan
a. Anak di lihat dari
keadaan fisik
Berdasarkan hasil Pengamatan dan identitas anak dan data pendukung lainnya, diketahui lutfi anak pertama . orang tua lutfi
adalah seorang pekerja wiraswasta. lutfi adalah anak yang berwajah tampan,
bentuk muka yang lonjong, rambat lurus, hidung mancung, tinggi tubuh 100cm dan
berat badan 20 kg, lutfi mempunyai hobi mendengarkan musik india, cita-cita
penyanyi.
Muhammad
lutfi anak yang sehat, aktif, gagah dan termasuk anak yang sehat jasmani dan rohani bahkan tidak
mempunyai Penyakit yang berbahaya.
b.Anak di lihat dari
keadaan keluarga
lutfi
tinggal bersama kedua orang tua kandungnya, dilihat dari kasat mata lutfi
sangat terlihat sekali kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya,
karena dari tingkah kedua orang tuanya kepada lutfi sangat terlihat jelas .
lutfi anak pertama dan belum mempunyai adik jadi saat ini dialah anak semata
wayang. ayah lutfi bekerja wiraswasta, dan ibunya yang hanya mendapat
pendidikan smp dan saat sekarang menjadi ibu rumah tangga namun sibuk sendiri
dengan urusan ibunya yang masih berpenampilan dan bergaya anak muda seperti
tidak mempunyai anak. lutfi digolongkan anak yang berkecukupan.
c.Anak di lihat dari
keadaan tingkah laku sosial
lutfi anak yang mudah bergaul dan
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, tingkat
bersosialisasinya tinggi namun kenakalanya kurang bisa diterima oleh teman-temannya. lutfi anaknya pendiam tapi
tangannya yang jahil dan suka memukul dan ditegur dengan cara halus dan kasar
pun tak mempan menjadikan dia sebagai anak yang nakal, suka mengganggu
temannya, keluarga dan orang-orang di sekitarnya. . jadi anak-anak kurang mau
berteman dan orang tua temannya tidak mengijinkan anaknya berteman dengan
lutfi. lutfi kalau diajak bicara tidak mau menjawab pertanyaan padahal dia
mendengar.
B.SINTESIS
Dari pengumpulan data baik berupa Identitas anak, observasi maupun wawancara yang diperoleh dengan berbagai metode di atas, secara umum dapat disimpulkan kondisi anak sebagai berikut.
Dari pengumpulan data baik berupa Identitas anak, observasi maupun wawancara yang diperoleh dengan berbagai metode di atas, secara umum dapat disimpulkan kondisi anak sebagai berikut.
1.Di lihat dari keadaan fisik
Lutfi adalah anak yang Tampan dan
termasuk anak yang sehat jasmani dan rohani bahkan tidak mempunyai Penyakit yang
berbahaya.
2.Di lihat dari keadaan keluarga
Lutfi adalah anak yang kurang kasih
sayang dari orang tuanyakarena orang tuanya yang sibuk sehingga membuat lutfi
kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya, jika lutfi berbuat kesalahan
orang tua lutfi langsung menegurnya
dengan suara kerasa, berteriak, berkata kasat bahkan terbiasa langsung memukul.
3.Di lihat dari keadaan tingkah laku
sosial
Lutfi
adalah anak yang mudah bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya,
namun karena nakal, jahil dan suka memukul temanya, jarang ada yang mau
berteman dengannya, dilingkungan tempat tinggal lutfi terbiasa jika anak yang
nakal akan dipukuli oleh orang tuanya.
C.DIAGNOSIS
Diagnosis adalah dugaan terhadap
kesulitan yang dihadapi oleh klien. Diagnosis ini merupakan tahap penemuan
konsistensi dan pola-pola yang menuju pada pembuatan ringkasan masalah-masalah
dan penyebab-penyebabnya secara tepat, serta ciri-ciri yang paling penting.
Dari hasil identifikasi yang
dilakukan, dapat ditarik diagnosa terhadap diri siswa sebagai berikut:
-
lutfi
menjadi anak yang nakal, keras kepala, jahil terhadap teman-temannya karena kurangnya perhatian dan kasih sayang
yang diberikan kepada lutfi sehingga ia mencari perhatian dengan melakukan onar
seperti menjahili teman-temannya, lutfi menjadi nakal ,tidak mau menurut dan
memukul temannya karena orang tuanya yang selalu menyelesaikan masalah dengan
memukulnya dan berkata kasar sehingga lutfi melampiaskan dengan mengganggu
temannya dan menjadi nakal tak bisa diatur.
-
penyebab
kenakalan anak bisa dikarenakan salah didikan dari orang tua, kurangnya
perhatian dan kasih sayang yang orang tua berikan, pernikahan yang belum cukup
usia(matang/dewasa), ketidak siapan orang tua untuk mempunyai anak dan kurang
tahunya informasi atau pengetahuan dalam memdidik anak yang baik.
D.PROGNOSIS
Prognosis adalah langkah yang
ditempuh setelah diagnosis. Prognosis merupakan suatu usaha memprediksi atau
meramal kemungkinan yang akan terjadi pada siswa apabila masalah yang dihadapi
tidak segera mendapat bantuan.:
-
Kenakalannya
akan semakin menjadi bertambah
-
Rusaknya
mental dan rasa empati anak kepada orang lain.
-
Berdampak
buruk untuk kehidupannya dimasa depan
-
Anak
akan susah mempunyai teman
E.TREATMENT
Usaha-usaha yang direncanakan dan dilakukan untuk pemberian
bantuan kepada klien adalah sebagai berikut:
1.
Melakukan
pendekatan kepada anak lebih intens dan terus menjalin komunikasi dengan baik
dengan orang tuanya.
2.
Memberi
arahan kepada orang tuanya agar orang tua dapat mengetahui langkah apa
selanjutnya yang akan dia lakukan.
3.
Membuat
komitmen dengan orang tua untuk bersama-sama mencari penyelesaian masalah yang dihadapi anak .
4.
Mengarahkan
menasehati orang tuanya agar tidak menyelesaikan masalah dengan memukul anak,
den menegur anak dengan baik dan bisa dituruti anak dengan cara yang lembut dan
penuh kasih sayang.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Orang
tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik
terhadap anak-anaknya. Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam
mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara
satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan
gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi,
berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Orang tua menghadapi anak hendaknya tidak menggunakan
kekerasan atau hukuman fisik. Orang tua mengarahkan anak dengan penuh kasih
sayang dan memberikan penjelasan mengenai alasan dari nasehat orang tua dengan
bahasa yang bisa dimengerti anak. Sehingga anak paham bahwa nasehat orang tua
demi kebaikannya. Anak usia dini belum mampu menangkap perintah yang beruntun
dengan kalimat panjang. Anak akan menganggap orang tua cerewet dan bosan
mendengar nasehat orang tua yang menggunakan kalimat panjang dan beruntun.
B.SARAN
para orang tua yang seharusnya bertugas membimbing anak
hendaknya orang tua tidak menuntut anak untuk melakukan semua keinginan maupun
harapan orang tua tanpa memberi kesempatan anak mengemukakan pendapat dan
keinginan anak dan sebagai orang tua jangan egois merasa dirinyalah yang paling
benar tanpa memikirkan perasaan anak, Anak akan merasa tertekan dan terancam ketika
orang tua mengarahkan anak secara kaku. mendidik anak tidak dengan cara
kekerasan , berkata yang kasar dan suara yang keras akan menimbulkan efek
trauma pada diri anak dan anak akan tambah menjadi nakal dan tidak mau menurut
namun ada cara lain yang bisa dimengerti anak yaitu dengan sentuhan kasih
sayang, pendekatan kepada anak sehingga terjalainnya suatu komunikasi yang baik
dan sangat membantu tunbuh kembang anak dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:
Posting Komentar