Sabtu, 14 Desember 2013

Anak Egois



LAPORAN
OBSERVASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
ANAK EGOIS





DISUSUN OLEH:

TAJLI LAILA OKTAVIANI                       1205125034




Dosen Pembina : Rahman, S.Pd, M.Pd









FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang 
       Keluarga adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga.
Pada usia 7 tahun kebawah kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia.
Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
       Beberapa ahli psikologi perkembangan mengatakan, masa paling penting dalam membentuk kepribadian seseorang adalah antara 0-5 tahun. Jadi, tidak dalam kandungan maupun setelah masa kanak-kanaknya telah lewat. Selama masa kanak-kanak itulah dasar-dasar kepribadian ditanamkan. Anak yang dilahirkan dengan sejumlah naluri perlu dikembangkan agar dapat hidup dengan baik dan berguna dalam masyarakatnya. Dengan kasih sayang, perhatian, belaian, bercakap-cakap, dan bermain dengan si kecil, secara perlahan-lahan. Selain itu, anak juga perlu diperkenalkan pada nilai-nilai luhur dan kebiasaan yang baik.Orangtua dan guru perlu melarang hal-hal yang tidak baik, bahkan kalau perlu menghukum jika larangan sudah tidak mempan lagi, sesuai umur anak, dan membimbing anak ke arah yang baik. Anak perlu dilatih untuk menghargai orang lain dan bersikap sopan santun, sambil menerapkan moral yang tinggi di rumah. Seperti jangan asal janji bila tidak bisa memenuhinya, jika kakaknya sedang tidur, ajak anak main tanpa teriak-teriak atau kecilkanlah suara televisi, sambil menyebutkan alasannya (belajar menghargai orang lain dan respek pada kebutuhannya).  Jika orangtua terlalu sibuk, malas, terlalu mengikuti kemauan anak, atau saling bertentangan dalam mendidik anak, anak dapat kehilangan arah, jadi cenderung bersikap "semau gue", alias jadi egois atau mau menang sendiri.
       Apakah sikap egois bisa diperbaiki? Jika masih kecil lebih mudah diperbaiki, tetapi, kalau sudah remaja, apalagi dewasa, jauh lebih sukar. Seorang psikolog dan ahli pendidik James Dobson berkata dalam bukunya Dare to Dicipline: "Psikolog yang menghadapi remaja yang tidak mempunyai respek sama sekali terhadap orangtuanya, sebab orangtuanya terlalu memanjakan dia sampai membiarkan anak terus "menang", sampai tidak terkendali lagi, adalah bagai dokter yang berhadapan dengan pasien penderita kanker ganas." Sukar diperbaiki lagi. Untuk itulah dibutuhkan suatu penanganan secara dini untuk mengatasi sifat egois pada anak.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Anak yang egois/ ingin menang sendiri itu ?
2.      Bagaimana penanganan anak yang egois/ ingin menang sendiri ?



BAB II
DASAR TEORI
                   Dalam menghadapi sikap balita yang mau menang sendiri, seringkali kesabaran dan keuletan kita diuji. Bayangkan saja misalnya bagaimana kesalnya kita pada saat anak mogok makan, menangis atau berteriak- teriak pada saat keinginan atau permintaannya tidak dituruti. Sikap mau menang sendiri (egois) sebenarnya merupakan sikap yang biasa terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Hal ini berhubungan dengan tahapan perkembangan kemampuannya yang masih terbatas, dimana cara pandangnya masih terpusat pada diri sendiri (Egosentris). Dengan bimbingan dan perlakuan yang tepat dari orangtua dan orang-orang di sekitarnya, diharapkan anak dapat mulai mempelajari sudut pandang orang lain dan mulai menyadari akibat suatu tindakan terhadap orang lain sehingga secara bertahap sikap egoisnya akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalaman anak. Bagaimana bentuk perlakuan yang tepat dalam mengatasi sikap anak yang mau menang sendiri, berikut ini ada beberapa tips yang dapat digunakan:
a)  Jangan panik dalam menghadapi reaksi anak yang kurang menyenangkan. Dengan bersikap tenang, maka kita dapat berfikir jernih dan fokus dalam mengatasi masalah yang ada.
b)  Pahami dan terimalah anak dengan keterbatasan cara berfikir dan pengalamannya.Cobalah berempati terhadap anak, sehingga kita dapat bertindak lebih bijaksana.
c)   Jangan bersikap kasar pada anak. Beri pengertian dan pengarahan pada anak dengan lembut, sabar dan penuh kasih sayang. Dengan demikian anak memiliki perasan positif sehingga secara alamiah diharapkan akan mampu memperhatikan orang lain sebagai wujud respon positif terhadap sikap positif yang diterimanya dari orang lain.
d)  Hindari sikap overprotective (terlalu melindungi) atau permisif (serba membolehkan) yang membuat anak hanya memperhatikan haknya dan tidak peka terhadap kepentingan orang lain. Bersikaplah assertif terhadap anak, dimana kita dapat bersikap tegas tanpa menyakiti hati anak.
e)   Jadilah model yang baik bagi anak dalam bersikap toleransi terhadap orang lain. Tunjukkan bahwa orangtua terbuka terhadap saran dan kritik dari anak.
f)    Ajari anak untuk bertanggung jawab terhadap makhluk lain atau orang-orang disekitarnya sehingga menumbuhkan sensitivitasnya terhadap lingkungan.
g)  Ajari anak nilai-nilai moral melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bermain boneka, bermain peran, dimana kita dapat menyisipkan pesan moral tertentu di dalamnya.
h)  Dukunglah anak pada saat ia mau memperhatikan kepentingan orang lain atau tidak mau menang sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pujian, pelukan ataupun ciuman pada anak 1.. Biasakan anak untuk berani mencoba, bertanggung jawab dan berani mengambil resiko. Jangan selalu membantu anak atau bersikap overprotective. Biarkan anak mencoba sendiri dan mengerti konsep sebab akibat dari suatu tingkah laku. Hal ini diperlukan agar anak terbiasa berfikir dan bersikap mandiri sebelum melakukan sesuatu.
            Pada dasarnya setiap anak lahir ke dunia memiliki sikap egois atau sikap mementingkan diri sendiri. Pertumbuhan yang sehat harusnya mendorong anak bukan saja mementingkan dirinya, namun juga mementingkan kepentingan orang lain. Jadi yang dituju adalah keseimbangan antara mementingkan diri sendiri dan juga mementingkan kepentingan orang lain.
            Adakalanya orang tua memberikan perlakuan kepada anak secara tidak sadar malah menumbuhkembangkan sikap egois pada anak. Sehingga anak akhirnya tidak pernah berhasil memperhatikan kebutuhan orang-orang lain, namun malah hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Ada beberapa perlakuan orang tua yang bisa membuat anak-anak itu menjadi anak-anak yang egois.
Beberapa ciri anak yang egois:
1.    Anak-anak yang egois adalah anak-anak yang tidak bisa menyeimbangkan kedua hal ini, dia hanya bisa mengutamakan dan hanya mengutamakan kepentingannya bahkan kadang-kadang tidak bisa menomerduakan kepentingan orang lain sebab baginya tidak ada kepentingan orang lain; yang ada adalah kepentingan diri sendiri.
2.    Menganggap diri sebagai kasus khusus. Dalam arti keinginannya harus didahulukan sebab dia merupakan kasus perkecualian.
3.    Tapi anak yang egois tidak harus manja, yang jelas nyata adalah dia menuntut. Dan ciri ketiga ini juga sangat dominan yaitu, tuntutannya memang tidak mengenal batas. Seolah-olah kapanpun dia memintanya, dimanapun dia memintanya, apapun yang dimintanya harus dituruti.
Ada dua kondisi utama yang menyebabkan anak-anak menjadi egois sbk:
1.    Orang tua atau keluarga yang memberi perhatian kepada anak secara berlebihan. Kadangkala itu terjadi tanpa disengaja.
beberapa ciri-cirinya:
a.         Orang tua yang memberikan perhatian berlebihan kepada anak adalah orangtua yang terlalu memuja-muja anak, baik secara langsung atau tidak langsung.
b.        Adakalanya orang tua kurang menyoroti kelemahan anak karena terlalu meninggikan dan mengagungkan si anak. Sehingga jarang membicarakan kelemahan si anak, dan akibatnya kurang menuntut anak memperbaiki dirinya di dalam kekurangan-kekurangannya.
c.         Orang tua terlalu bergantung pada anak sebagai pemenuh kebutuhan emosional mereka sendiri.
d.        Orang tua kurang mendisiplin anak.
2.    Orang tua yang tidak mendisiplin anak dengan baik sehingga semua yang anak-anak minta dituruti tanpa batas.
            Beberapa ciri orang tua yang kurang memberikan perhatian kepada anak:
a)        Orang tua yang memberikan sedikit waktu pada si anak, jadi benar-benar waktu yang diberikan sangat minim. Mereka misalkan repot bekerja, pulang sudah malam, akhir pekan juga mungkin bekerja atau pun kalau tidak bekerja menjadi orangtua yang terlalu letih, akibatnya adalah tidak memberikan waktu yang lebih kepada si anak.
b)        Orang tua yang terlalu banyak menolak atau terlalu memberikan banyak penolakan pada anak Anak yang disebodohkan tidak mendapatkan cinta kasih, dia merasa justru sangat diabaikan.
c)        Anak yang didisiplin terlalu ketat atau terlalu berkelebihan juga bisa menjadi anak yang egois.
            Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengatasi sifat egois:
1)        Kita harus membesarkan anak dengan suatu pengertian bahwa anak itu membutuhkan dua hal yang hakiki. Yang pertama adalah anak-anak membutuhkan cinta kasih, yang kedua anak-anak juga membutuhkan disiplin.
2)        Yang sulit justru untuk menolong orang tuanya, apalagi kalau orang tua yang sudah terlanjur misalnya mencurahkan perhatiannya yang terlalu banyak kepada anak, sehingga anaknya jadi egois. Atau orang tua yang sebaliknya. Sebab adakalanya memang orangtua memberi perhatiannya berlebih kepada anak, atau kebalikannya kurang memberi perhatian kepada anak karena mereka sendiri bermasalah dalam hubungan nikah mereka.
3)        Memang akhirnya dalam upaya menolong si anak kita harus libatkan si orangtua dan menunjukkan bagaimana si anak menjadi egois.
Anak-anak yang ditempatkan dalam situasi yang berbeda dan dibentuk lingkungannya dengan kuat, mempunyai dua pilihan.
1.      Pilihan yang pertama adalah dia bersikukuh tidak mau berubah.
2.      Yang ideal adalah yang kedua itu di mana dia akhirnya akan berubah.
            Anak-anak yang dibesarkan oleh baby-sitter dari kecil akan kehilangan kesempatan sebagai berikut:
1.      Pertama-tama untuk menerima kasih sayang langsung dari orang tua. Itu suatu kerugian besar bagi si anak.
2.      Kedua dia kehilangan kesempatan melihat orangtua bereaksi atau bersikap dalam hidup, sedangkan anak-anak perlu melihat orang tua bereaksi dalam hidupnya, sehingga dia bisa mulai mencontoh orang tuanya. Otomatis dia akan kehilangan waktu-waktu tersebut dan kehilangan model-model itu.
3.      Ketiga ia kehilangan kesempatan untuk berinteraksi atau bergaul dengan orang tuanya. Dan itu sebetulnya salah satu hal yang mutlak diperlukan oleh seorang anak.
Bagaimana bentuk perlakuan yang tepat dalam mengatasi sikap anak yang mau menang sendiri, berikut ini ada beberapa tips yang dapat digunakan:
·       Jangan panik dalam menghadapi reaksi anak yang kurang menyenangkan. Dengan bersikap tenang, maka kita dapat berfikir jernih dan fokus dalam mengatasi masalah yang ada.
·       Pahami dan terimalah anak dengan keterbatasan cara berfikir dan pengalamannya.Cobalah berempati terhadap anak,sehingga kita dapat bertindak lebih bijaksana.
·       Jangan bersikap kasar pada anak. Beri pengertian dan pengarahan pada anak dengan lembut, sabar dan penuh kasih sayang. Dengan demikian anak memiliki perasan positif sehingga secara alamiah diharapkan akan mampu memperhatikan orang lain sebagai wujud respon positif terhadap sikap positif yang diterimanya dari orang lain.
·       Hindari sikap overprotective (terlalu melindungi) atau permisif (serba membolehkan) yang membuat anak hanya memperhatikan haknya dan tidak peka terhadap kepentingan orang lain. Bersikaplah assertif terhadap anak, dimana kita dapat bersikap tegas tanpa menyakiti hati anak.
·       Jadilah model yang baik bagi anak dalam bersikap toleransi terhadap orang lain. Tunjukkan bahwa orangtua terbuka terhadap saran dan kritik dari anak.
·       Ajari anak untuk bertanggung jawab terhadap makhluk lain atau orang-orang disekitarnya sehingga menumbuhkan sensitivitasnya terhadap lingkungan. Misalnya berikan anak, hewan peliharaan yang mudah diurus, dimana anak diberi tanggung jawab memberi makannya, ajak anak mengunjungi panti asuhan untuk memberikan sumbangan, dsb.
·       Ajari anak nilai-nilai moral melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bermain boneka, bermain peran, dimana kita dapat menyisipkan pesan moral tertentu di dalamnya.
·       Dukunglah anak pada saat ia mau memperhatikan kepentingan orang lain atau tidak mau menang sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pujian, pelukan ataupun ciuman pada anak.




BAB III
PEMBAHASAN
A.  ANALISIS
            Nayla adalah siswi TK Mandiri bakti kelompok B yang usianya kini 6 tahun . Dia merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari orang tua yang mampu . Adiknya baru saja lahir beberapa bulan yang lalu. Nayla adalah cucu dari pemilik Yayasan TK tersebut. Nayla adalah anak yang manja hampir semua keinginannya harus dituruti. ketika bersama temannya Nayla selalu berebutan mainan, makanan. Dia selalu ingin menguasai apa yang dilihatnya, tidak mau berbagi pada temannya. Rumah nayla dekat sekali dengan sekolahnya sehingga dia dapat pulang pada saat istirahat.
B.  SINTESIS
       Setelah menganalisis permasalahan yang dialami Nayla yaitu dapat disimpulkan bahwa:
1.  Nayla merupakan anak pertama di keluarganya dan terbiasa dengan orang tua yang selalu memanjakannya, dan menuruti apa yang selalu diinginkannya.
2.  Nayla merupakan cucu dari pemilik yayasan TK tersebut sehingga merasa terlindungi oleh keluarganya.
C.  DIAGNOSIS
       Penyebab utama Nayla memiliki Sifat yang ingin menang sendiri yaitu Nayla yang selalu dimanja oleh keluarganya sehingga dia terbiasa untuk mendapatkan yang dia inginkan. Dan membuat dia tidak mau berbagi kepada teman-temannya. Dia selalu ingin memiliki barang yang ada pada temannya. 
D.  PROGNOSIS
      Langkah awal yang saya lakukan untuk menangani Nayla yaitu dengan memberikan sedikit arahan kepadanya agar dapat berbagi kepada temannya. Intinya kita memberikan arahan kepadanya dengan kata-kata yang lembut dan dapat diterima oleh anak. sehingga anak mau untuk berbagi bersama temannya.
Setelah saya memberikan sedikit arahan kepada nayla dia dapat berbagi dengan temannya pada saat itu.

E.  TREATMENT
       Penanganan yang dilakukan pada Nayla yaitu dengan menegur sikap yang dilakukannya. kemudian mengajak ia bermain bersama temannya, memainkan mainan bersama-sama.
 


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Pada anak usia sekolah perilaku mau menang sendiri/egois bila sesekali muncul masih dapat dikatakan wajar, tetapi bila dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi digolongkan pada perilaku bermasalah.
Ciri-ciri perilaku egois mau menang sendiri yang melebihi batas normal/bermasalah terlihat dari perilaku anak yang kurang mampu mengontrol diri/emosi, cenderung agresif, memiliki sikap penuntut. Penyebab perilaku egois biasanya karena perlakuan dan pola asuh orang tua. Penanganan yang diperlukan bagi anak yang mau menang sendiri adalah mengajar dan melatihkan perilaku yang diinginkan, yaitu bisa kontrol diri, menunda keinginan, menerima kekecewaan, menumbuhkan empati dan harga diri, dan kata hati. Pemberian kasih sayang, perhatian dan pujian dalam takaran yang cukup dan waktu yang tepat.
B. Saran
Untuk menangani sifat egois pada anak orang tua sebaiknya :
1.    Menjadi teladan bagi anak dengan perilaku sehari-hari yang toleran dan peduli dengan sekitar.
2.    Memberi penguatan pada anak untuk perubahan perilaku anak, sekalipun sedikit.
3.    Tidak memanjakan anak dan menuruti segala kemauannya dengan dasar ungkapan sayang.


 
DAFTAR PUSTAKA
http://dheekape.blogspot.com/2011/03/anak-berkebutuhan-khusus-anak-egois.html
http://dinindra.wordpress.com/2011/03/22/menangani-anak-egois/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/anak-egois-hati-hatilah-392793.html
http://mendidikanakanak.blogspot.com/2013/02/penyebab-dan-cara-mencegah-anak-menjadi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar