LAPORAN
OBSERVASI
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA
DINI
ANAK EGOIS
ANAK EGOIS
DISUSUN OLEH:
TAJLI LAILA OKTAVIANI 1205125034
Dosen Pembina : Rahman, S.Pd,
M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keluarga adalah faktor penting dalam
pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana
sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80
% bersama keluarga. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan
orangtua dan kehangatan dalam keluarga.
Pada usia 7 tahun kebawah kebanyakan (85%) letak
masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. pada masa
ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi. Jika pada
masa ini lewat dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada
diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk.
Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang
manusia.
Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 –
7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar
karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga
hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat
menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk
mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
Beberapa ahli psikologi perkembangan
mengatakan, masa paling penting dalam membentuk kepribadian seseorang adalah
antara 0-5 tahun. Jadi, tidak dalam kandungan maupun setelah masa
kanak-kanaknya telah lewat. Selama masa kanak-kanak itulah dasar-dasar
kepribadian ditanamkan. Anak yang dilahirkan dengan sejumlah naluri perlu dikembangkan
agar dapat hidup dengan baik dan berguna dalam
masyarakatnya. Dengan kasih sayang, perhatian,
belaian, bercakap-cakap, dan bermain dengan si kecil, secara perlahan-lahan.
Selain itu, anak juga perlu diperkenalkan pada nilai-nilai luhur dan kebiasaan
yang baik.Orangtua dan guru perlu melarang hal-hal yang tidak baik, bahkan
kalau perlu menghukum jika larangan sudah tidak mempan lagi, sesuai umur anak,
dan membimbing anak ke arah yang baik. Anak perlu dilatih untuk menghargai
orang lain dan bersikap sopan santun, sambil menerapkan moral
yang tinggi di rumah. Seperti jangan asal janji bila tidak bisa memenuhinya,
jika kakaknya sedang tidur, ajak anak main tanpa teriak-teriak atau kecilkanlah
suara televisi, sambil menyebutkan alasannya (belajar menghargai orang lain dan
respek pada kebutuhannya). Jika orangtua
terlalu sibuk, malas, terlalu mengikuti kemauan
anak, atau saling bertentangan dalam mendidik anak, anak dapat kehilangan arah,
jadi cenderung bersikap "semau gue", alias
jadi egois atau mau menang sendiri.
Apakah sikap egois bisa diperbaiki? Jika
masih kecil lebih mudah diperbaiki, tetapi, kalau sudah remaja, apalagi dewasa,
jauh lebih sukar. Seorang psikolog dan ahli pendidik James
Dobson berkata dalam bukunya Dare to Dicipline: "Psikolog yang
menghadapi remaja yang tidak mempunyai respek sama sekali terhadap orangtuanya,
sebab orangtuanya terlalu memanjakan dia sampai membiarkan anak terus
"menang", sampai tidak terkendali lagi, adalah bagai dokter yang
berhadapan dengan pasien penderita kanker ganas." Sukar diperbaiki lagi.
Untuk itulah dibutuhkan suatu penanganan secara dini untuk mengatasi sifat
egois pada anak.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana Anak yang egois/
ingin menang sendiri itu ?
2.
Bagaimana penanganan anak
yang egois/ ingin menang sendiri ?
BAB II
DASAR TEORI
Dalam menghadapi sikap balita
yang mau menang sendiri, seringkali kesabaran dan keuletan kita
diuji. Bayangkan saja misalnya bagaimana kesalnya kita pada saat anak mogok
makan, menangis atau berteriak- teriak pada saat keinginan atau permintaannya
tidak dituruti. Sikap mau menang sendiri (egois) sebenarnya merupakan sikap
yang biasa terjadi pada anak-anak usia dibawah lima
tahun. Hal ini berhubungan dengan tahapan perkembangan kemampuannya yang masih
terbatas, dimana cara pandangnya masih terpusat pada diri sendiri (Egosentris).
Dengan bimbingan dan perlakuan yang tepat dari orangtua dan orang-orang di
sekitarnya, diharapkan anak dapat mulai mempelajari sudut pandang orang lain
dan mulai menyadari akibat suatu tindakan terhadap orang lain sehingga secara
bertahap sikap egoisnya akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia dan
pengalaman anak. Bagaimana bentuk perlakuan yang tepat dalam mengatasi sikap
anak yang mau menang sendiri, berikut ini ada beberapa tips yang dapat
digunakan:
a) Jangan panik dalam menghadapi reaksi anak yang
kurang menyenangkan. Dengan bersikap tenang, maka kita dapat berfikir jernih
dan fokus dalam mengatasi masalah yang ada.
b) Pahami dan terimalah anak dengan keterbatasan cara
berfikir dan pengalamannya.Cobalah berempati terhadap anak, sehingga kita dapat
bertindak lebih bijaksana.
c)
Jangan bersikap
kasar pada anak. Beri pengertian dan pengarahan pada anak dengan lembut, sabar
dan penuh kasih sayang. Dengan demikian anak memiliki
perasan positif sehingga secara alamiah diharapkan akan mampu memperhatikan
orang lain sebagai wujud respon positif terhadap sikap positif yang diterimanya
dari orang lain.
d) Hindari sikap overprotective (terlalu melindungi)
atau permisif (serba membolehkan) yang membuat anak hanya memperhatikan haknya
dan tidak peka terhadap kepentingan orang lain. Bersikaplah assertif terhadap
anak, dimana kita dapat bersikap tegas tanpa menyakiti hati anak.
e)
Jadilah model
yang baik bagi anak dalam bersikap toleransi terhadap orang lain. Tunjukkan
bahwa orangtua terbuka terhadap saran dan kritik dari anak.
f)
Ajari anak untuk
bertanggung jawab terhadap makhluk lain atau orang-orang disekitarnya sehingga
menumbuhkan sensitivitasnya terhadap lingkungan.
g) Ajari anak nilai-nilai moral melalui kegiatan yang
menyenangkan seperti bermain boneka, bermain peran, dimana kita dapat
menyisipkan pesan moral tertentu di dalamnya.
h) Dukunglah anak pada saat ia mau memperhatikan
kepentingan orang lain atau tidak mau menang sendiri. Hal ini bisa dilakukan
dengan memberikan pujian, pelukan ataupun ciuman pada anak 1.. Biasakan anak
untuk berani mencoba, bertanggung jawab dan berani mengambil resiko. Jangan
selalu membantu anak atau bersikap overprotective. Biarkan anak mencoba sendiri
dan mengerti konsep sebab akibat dari suatu tingkah laku. Hal ini diperlukan
agar anak terbiasa berfikir dan bersikap mandiri sebelum melakukan sesuatu.
Pada dasarnya setiap anak lahir ke
dunia memiliki sikap egois atau sikap mementingkan diri sendiri. Pertumbuhan
yang sehat harusnya mendorong anak bukan saja mementingkan dirinya, namun juga
mementingkan kepentingan orang lain. Jadi yang dituju adalah keseimbangan
antara mementingkan diri sendiri dan juga mementingkan kepentingan orang lain.
Adakalanya orang tua memberikan
perlakuan kepada anak secara tidak sadar malah menumbuhkembangkan sikap egois
pada anak. Sehingga anak akhirnya tidak pernah berhasil memperhatikan kebutuhan
orang-orang lain, namun malah hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Ada
beberapa perlakuan orang tua yang bisa membuat anak-anak itu menjadi anak-anak
yang egois.
Beberapa ciri anak yang egois:
1.
Anak-anak yang egois adalah anak-anak yang tidak bisa
menyeimbangkan kedua hal ini, dia hanya bisa mengutamakan dan hanya
mengutamakan kepentingannya bahkan kadang-kadang tidak bisa menomerduakan
kepentingan orang lain sebab baginya tidak ada kepentingan orang lain; yang ada
adalah kepentingan diri sendiri.
2.
Menganggap diri sebagai kasus khusus. Dalam arti
keinginannya harus didahulukan sebab dia merupakan kasus perkecualian.
3.
Tapi anak yang egois tidak harus manja, yang jelas
nyata adalah dia menuntut. Dan ciri ketiga ini juga sangat dominan yaitu,
tuntutannya memang tidak mengenal batas. Seolah-olah kapanpun dia memintanya,
dimanapun dia memintanya, apapun yang dimintanya harus dituruti.
Ada
dua kondisi utama yang menyebabkan anak-anak menjadi egois sbk:
1.
Orang tua atau keluarga yang memberi perhatian kepada
anak secara berlebihan. Kadangkala itu terjadi tanpa disengaja.
beberapa
ciri-cirinya:
a.
Orang tua yang memberikan perhatian berlebihan kepada
anak adalah orangtua yang terlalu memuja-muja anak, baik secara langsung atau
tidak langsung.
b.
Adakalanya orang tua kurang menyoroti kelemahan anak
karena terlalu meninggikan dan mengagungkan si anak. Sehingga jarang
membicarakan kelemahan si anak, dan akibatnya kurang menuntut anak memperbaiki
dirinya di dalam kekurangan-kekurangannya.
c.
Orang tua terlalu bergantung pada anak sebagai pemenuh
kebutuhan emosional mereka sendiri.
d.
Orang tua kurang mendisiplin anak.
2.
Orang tua yang tidak mendisiplin anak dengan baik
sehingga semua yang anak-anak minta dituruti tanpa batas.
Beberapa ciri orang tua yang kurang
memberikan perhatian kepada anak:
a)
Orang tua yang memberikan sedikit waktu pada si anak,
jadi benar-benar waktu yang diberikan sangat minim. Mereka misalkan repot
bekerja, pulang sudah malam, akhir pekan juga mungkin bekerja atau pun kalau
tidak bekerja menjadi orangtua yang terlalu letih, akibatnya adalah tidak
memberikan waktu yang lebih kepada si anak.
b)
Orang tua yang terlalu banyak menolak atau terlalu
memberikan banyak penolakan pada anak Anak yang disebodohkan tidak mendapatkan
cinta kasih, dia merasa justru sangat diabaikan.
c)
Anak yang didisiplin terlalu ketat atau terlalu
berkelebihan juga bisa menjadi anak yang egois.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mengatasi sifat egois:
1)
Kita harus membesarkan anak dengan suatu pengertian
bahwa anak itu membutuhkan dua hal yang hakiki. Yang pertama adalah anak-anak
membutuhkan cinta kasih, yang kedua anak-anak juga membutuhkan disiplin.
2)
Yang sulit justru untuk menolong orang tuanya, apalagi
kalau orang tua yang sudah terlanjur misalnya mencurahkan perhatiannya yang
terlalu banyak kepada anak, sehingga anaknya jadi egois. Atau orang tua yang
sebaliknya. Sebab adakalanya memang orangtua memberi perhatiannya berlebih
kepada anak, atau kebalikannya kurang memberi perhatian kepada anak karena
mereka sendiri bermasalah dalam hubungan nikah mereka.
3)
Memang akhirnya dalam upaya menolong si anak kita harus
libatkan si orangtua dan menunjukkan bagaimana si anak menjadi egois.
Anak-anak
yang ditempatkan dalam situasi yang berbeda dan dibentuk lingkungannya dengan
kuat, mempunyai dua pilihan.
1.
Pilihan yang pertama adalah dia bersikukuh tidak mau
berubah.
2.
Yang ideal adalah yang kedua itu di mana dia akhirnya
akan berubah.
Anak-anak yang dibesarkan oleh
baby-sitter dari kecil akan kehilangan kesempatan sebagai berikut:
1.
Pertama-tama untuk menerima kasih sayang langsung dari
orang tua. Itu suatu kerugian besar bagi si anak.
2.
Kedua dia kehilangan kesempatan melihat orangtua
bereaksi atau bersikap dalam hidup, sedangkan anak-anak perlu melihat orang tua
bereaksi dalam hidupnya, sehingga dia bisa mulai mencontoh orang tuanya.
Otomatis dia akan kehilangan waktu-waktu tersebut dan kehilangan model-model
itu.
3.
Ketiga ia kehilangan kesempatan untuk berinteraksi atau
bergaul dengan orang tuanya. Dan itu sebetulnya salah satu hal yang mutlak
diperlukan oleh seorang anak.
Bagaimana
bentuk perlakuan yang tepat dalam mengatasi sikap anak yang mau menang sendiri,
berikut ini ada beberapa tips yang dapat digunakan:
·
Jangan panik dalam menghadapi reaksi anak yang kurang
menyenangkan. Dengan bersikap tenang, maka kita dapat berfikir jernih dan fokus
dalam mengatasi masalah yang ada.
·
Pahami dan terimalah anak dengan keterbatasan cara
berfikir dan pengalamannya.Cobalah berempati terhadap anak,sehingga kita dapat
bertindak lebih bijaksana.
·
Jangan bersikap kasar pada anak. Beri pengertian dan
pengarahan pada anak dengan lembut, sabar dan penuh kasih sayang. Dengan
demikian anak memiliki perasan positif sehingga secara alamiah diharapkan akan
mampu memperhatikan orang lain sebagai wujud respon positif terhadap sikap
positif yang diterimanya dari orang lain.
·
Hindari sikap overprotective (terlalu
melindungi) atau permisif (serba membolehkan) yang membuat anak hanya
memperhatikan haknya dan tidak peka terhadap kepentingan orang lain.
Bersikaplah assertif terhadap anak, dimana kita dapat bersikap tegas
tanpa menyakiti hati anak.
·
Jadilah model yang baik bagi anak dalam bersikap
toleransi terhadap orang lain. Tunjukkan bahwa orangtua terbuka terhadap saran
dan kritik dari anak.
·
Ajari anak untuk bertanggung jawab terhadap makhluk
lain atau orang-orang disekitarnya sehingga menumbuhkan sensitivitasnya
terhadap lingkungan. Misalnya berikan anak, hewan peliharaan yang mudah diurus,
dimana anak diberi tanggung jawab memberi makannya, ajak anak mengunjungi panti
asuhan untuk memberikan sumbangan, dsb.
·
Ajari anak nilai-nilai moral melalui kegiatan yang
menyenangkan seperti bermain boneka, bermain peran, dimana kita dapat
menyisipkan pesan moral tertentu di dalamnya.
·
Dukunglah anak pada saat ia mau memperhatikan
kepentingan orang lain atau tidak mau menang sendiri. Hal ini bisa dilakukan
dengan memberikan pujian, pelukan ataupun ciuman pada anak.
BAB III
PEMBAHASAN
A. ANALISIS
Nayla
adalah siswi TK Mandiri bakti kelompok B yang usianya kini 6 tahun . Dia
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari orang tua yang mampu . Adiknya
baru saja lahir beberapa bulan yang lalu. Nayla adalah cucu dari pemilik
Yayasan TK tersebut. Nayla adalah anak yang manja hampir semua keinginannya
harus dituruti. ketika bersama temannya Nayla selalu berebutan mainan, makanan.
Dia selalu ingin menguasai apa yang dilihatnya, tidak mau berbagi pada
temannya. Rumah nayla dekat sekali dengan sekolahnya sehingga dia dapat pulang
pada saat istirahat.
B. SINTESIS
Setelah
menganalisis permasalahan yang dialami Nayla yaitu dapat disimpulkan bahwa:
1.
Nayla merupakan
anak pertama di keluarganya dan terbiasa dengan orang tua yang selalu
memanjakannya, dan menuruti apa yang selalu diinginkannya.
2.
Nayla merupakan
cucu dari pemilik yayasan TK tersebut sehingga merasa terlindungi oleh
keluarganya.
C. DIAGNOSIS
Penyebab utama Nayla memiliki Sifat yang
ingin menang sendiri yaitu Nayla yang selalu dimanja oleh keluarganya sehingga
dia terbiasa untuk mendapatkan yang dia inginkan. Dan membuat dia tidak mau
berbagi kepada teman-temannya. Dia selalu ingin memiliki barang yang ada pada
temannya.
D. PROGNOSIS
D. PROGNOSIS
Langkah awal yang saya
lakukan untuk menangani Nayla yaitu dengan memberikan sedikit arahan kepadanya
agar dapat berbagi kepada temannya. Intinya kita memberikan arahan kepadanya
dengan kata-kata yang lembut dan dapat diterima oleh anak. sehingga anak mau
untuk berbagi bersama temannya.
Setelah saya memberikan sedikit arahan
kepada nayla dia dapat berbagi dengan temannya pada saat itu.
E. TREATMENT
Penanganan yang dilakukan pada Nayla
yaitu dengan menegur sikap yang dilakukannya. kemudian mengajak ia bermain
bersama temannya, memainkan mainan bersama-sama.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada anak usia sekolah perilaku mau
menang sendiri/egois bila sesekali muncul masih dapat dikatakan wajar, tetapi
bila dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi digolongkan pada
perilaku bermasalah.
Ciri-ciri
perilaku egois mau menang sendiri yang melebihi batas normal/bermasalah
terlihat dari perilaku anak yang kurang mampu mengontrol diri/emosi, cenderung
agresif, memiliki sikap penuntut. Penyebab perilaku egois biasanya karena
perlakuan dan pola asuh orang tua. Penanganan yang diperlukan bagi anak yang
mau menang sendiri adalah mengajar dan melatihkan perilaku yang diinginkan,
yaitu bisa kontrol diri, menunda keinginan, menerima kekecewaan, menumbuhkan
empati dan harga diri, dan kata hati. Pemberian kasih sayang, perhatian dan
pujian dalam takaran yang cukup dan waktu yang tepat.
B. Saran
Untuk menangani
sifat egois pada anak orang tua sebaiknya :
1.
Menjadi teladan
bagi anak dengan perilaku sehari-hari yang toleran dan peduli dengan sekitar.
2.
Memberi
penguatan pada anak untuk perubahan perilaku anak, sekalipun sedikit.
3.
Tidak memanjakan
anak dan menuruti segala kemauannya dengan dasar ungkapan sayang.
DAFTAR
PUSTAKA
http://dheekape.blogspot.com/2011/03/anak-berkebutuhan-khusus-anak-egois.html
http://dinindra.wordpress.com/2011/03/22/menangani-anak-egois/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/anak-egois-hati-hatilah-392793.html
http://mendidikanakanak.blogspot.com/2013/02/penyebab-dan-cara-mencegah-anak-menjadi.html

Tidak ada komentar:
Posting Komentar