Minggu, 15 Desember 2013

Anak Autis


Tugas Observasi Bimbingan dan Konseling di PAUD








Disusun oleh :
Mery Anggarda Pratiwi
Nim : 1205125005
Dosen :
Rahman, S.Pd., M.Pd



UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S-1 PAUD
2012/2013

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan tugas yang telah diberikan dengan mata kuliah Bimbingan dan konseling, pada kesempatan ini saya mengambil anak dengan penyandang auitisme sebagai objek untuk diamati dan dilakukan penanganan untuk beberapa kali. Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri, penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autisme masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini mungkin, sebaiknya jangan melebihi usia 5 tahun karena diatas usia ini perkembangan otak anak akan sangan melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat.
            Menurut Mudjito, autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidka mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Autis yang merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang tersebut, saya dapat merumuskan beberapa permasalahan,yaitu :
a)        Pengertian Auitis
b)        Apa penyebab Autis
c)        Apa gejala Autis
d)       Bagaimana penanganan terhadap penderita Autis
e)        Bentuk pelayanan pendidikan untuk penderita Auitis

C. Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah diatas, tujuan penulisan dari tugas ini yaitu :
a)        Sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah yang diberikan dosen
b)        Sebagai sedikit referensi sesama mahasiswa ataupun pembaca lainnya dalam  memahami tentang Autisme serta penyebab,ciri-ciri,dan juga penanganannya.


Bab II
Dasar Teori
A. Pengertian Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun, pengertian lain yaitu Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak dengan 3 ciri atau gejala utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola tingkah laku atau minat yang repetitif dan stereotip. Gejala autisme ini sangat bervariasi dan sudah timbul sebelum anak tersebut berumur 3 tahun. Selain bervariasi, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Itu sebabnya, gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.  Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.
Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar). Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.
Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1. Kata autis sendiri berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.


B. Penyebab autis

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama. Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistik ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku Sampai saat ini para ahli belum menentukan penyebab pasti mengapa seorang anak menjadi autisme. Beberapa ahli berpendapat autisme merupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti:
a. Faktor genetik
diduga karena adanya kromosom (ditemukan 5-20% penyandang autisme) seperti kelainan kromosom yang disebut syndrome fragile-x/
b. Kelainan otak
adanya kerusakan atau berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut sel purkinye.
c. Kelainan Neurotransmitter
terjadi karena impuls listrik antar sel terganggu alirannya. Neurotransmitter yang diduga tersebut adalah serotine (kadarnya tinggi dalam darah ± 30% penyandang autisme) dan dopamine (diduga rendah kadar darahnya pada penyandang autisme)
d. Kelainan Peptida di otak
dalam keadaan normal, glutein (protein gandum) dan kasein (protein susu) dipecah dalam usus menjadi peptida dan asam amino. Sebagian kecil peptida tersebut diserap di usu dan kemudian beredar dalam darah. Bila berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dan sebagian lainnya akan disaring kembali saat melewati batang otak sehingga yang masuk kedalam otak hanya sedikit (khususnya gliadorphin, turunan peptida glutein dan casomordophin turunan pepsida kasein).
e. Komplikasi saat hamil dan persalinan
komplikasi yang terjadi seperti pendarahan pada trimester pertama yaitu janin yang disertai terisapnya cairan ketuban yang bercampur feses dan obat-obatan yang diminum ibu selama masa kehamilan.
f. Kekebalan tubuh.
Terjadi karena kemungkinan adanya interaksi gangguan kekebalan tubuh (autoimun) dengan faktor lingkungan yang menyebabkan autisme.
g. keracunan
keracunan yang banyak dicurigai adalah karena keracunan logam berat timah hitam (Plumbun), arsen, antimony, cadmium, dan merkuri yang berasal dari polusi udara, air ataupun makanan.

C. Gejala Autis
1.  gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
· Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
· Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet.
· Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
· Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
· Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya.
· Kadang bicara monoton seperti robot
· Mimik muka datar
· Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
2. Gangguan pada bidang interaksi sosial
· Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
· anak mengalami ketulian
· Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
· Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
· Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
· Bila didekati untuk bermain justru menjauh
· Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
· Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
· Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya
3. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
· Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
· Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
· Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
· Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
· Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak
· Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat - lompat, berputar -putar, memukul benda berulang - ulang
4. gangguan pada bidang perasaan dan emosi
Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
· Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
· Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif
5. Gangguan dalam persepsi sensoris
· Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
· Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
·Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan  Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu


D. Penanganan pada penderita Autis
Salah satu masalah dalam penanganan penderita autisme adalah tidak adanya standar baku dalam hal terapi untuk autis. Hal ini karena penyebab autis sendiri tidak banyak diketahui, terlebih lagi tiap penderita biasanya menunjukan hal yang berbeda-beda baik secara fisik, emosional, tingkah laku dan sosialnya. Walaupun demikian dapat ditemukan berbagai jenis terapi untuk mengatasi masalah autis, yaitu:
1.        Terapi Fisik/fisioterapi Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders / PDD). Dimana mengacu pada keterlambatan perkembangan otak motorik seseorang. Banyak penderita autis yang memiliki penundaan perkembangan motorik dan beberapa penderita mempunyai massa otot yang rendah (lemah). Terapi fisik pada penderita autis  dapat melatihnya dengan kekuatan otot, koordinasi dan kemampuan dasar berolahraga.
2.        Terapi Bermain Terapi bermain walaupun terdengar aneh, tetapi anak penderita autis memerlukan bantuan untuk bermain. Bermain juga dapat digunakan sebagai alat untuk melatih percakapan, kemampuan berkomunikasi dan sosial. Terapi bermain ini dapat digabungkan dengan terapi berbicara, terapi okupasi dan terapi fisik.
3.    Terapi Visual Banyak penderita autis merupakan pemikir visual, sehingga metode pembelajaran berkomunikasi melalui gambar dapat dilakukan. Salah satu caranya adalah melalui PECS (Picture Exchange Communication). Selain itu pembelajaran melalui video juga dapat dilakukan baik dengan video modeling, video games ataupun sistem komunikasi elektronik lain. Metode ini dapat menampung kelebihan penderita autis di bidang visual untuk digunakan membangun keterampilan dan komunikasinya menjadi lebih baik.
4.    Terapi Wicara Hampir semua penderita autisme mempunyai masalah bicara ataupun bahasa sehingga diharapkan dengan terapi bicara ataupun berbahasa dapat membantu penderita autis untuk berkomunikasi dengan orang lain.
5.    Terapi Okupasi Terapi okupasi ini berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Karena kebanyakan penderita autis mengalami perkembangan motorik yang lambat, maka terapi okupasi sangatlah penting. Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan sensorik terintegrasi, yaitu suatu teknik yang dapat membantu penderita autis untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap suara, cahaya maupun sentuhan.
6.    Terapi Biomedis Terapi biomedis termasuk juga penggunaan obat-obatan untuk penanganan autis, walaupun kebanyakan perawatan biomedis yang dilakukan berdasarkan metode pendekatan DAN (Defeat Autism Now). Dokter yang telah menjalani pelatihan mengenai metode DAN ini akan menentukan diet khusus, suplemen ataupun perawatan alternatif lain untuk penanganan penderita autis.
7.    Terapi Tingkah Laku Anak yang menderita autis seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan menderita akibat hipersensitifitas terhadap suara, cahaya ataupun sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar atau mengganggu. Seorang terapis tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui penyebab dibalik prilaku negatif tersebut dan merekomendasikan perubahan terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat memperbaiki tingkah lakunya.
8.    Terapi Kemampuan Sosial Salah satu akibat dari autis adalah sedikitnya kemampuan sosial dan komunikasi. Banyak anak yang menderita autis memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis kemampuan sosial dapat membantu untuk menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi sosial.
9.    Terapi Perkembangan Terapi perkembangan atau developmental therapies bertujuan untuk membangun minat, kekuatan dan perkembangan anak sendiri untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan, emosional dan sosialnya. Terapi perkembangan seringkali bertolak belakang dengan terapi tingkah laku, yang biasanya paling baik dilakukan untuk mengajarkan keterampilan khusus pada anak, seperti misalnya mengikat tali sepatu, cara menggunakan sendok dan garpu saat makan, cara memakai baju, atau menggosok gigi dll.

E. Bentuk pelayanan pendidikan untuk penyandang Autis
Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala autistiknya. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya
1.  Kelas Terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb)
Tujuan kelas terpadu adalah:
1)        Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2. Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya
Prasyarat:
  1. Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)
  2.  Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)
  3. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
2)        Program inklusi (mainstreaming)
Program ini dapat berhasil bila ada:
a)     Keterbukaan dari sekolah umum
b)    Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
c)    Peningkatan SDM/guru terkait
d)   Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK)
e)    Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)
f)     Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.
g)    Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum
3)        Sekolah Khusus
Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb.Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal.
Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil, Sekolah computer.
4)        Program sekolah dirumah (Homeschooling Program)
Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program dan membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistik.
Bentuk pelayanan pendidikan untuk anak autistik usia sekolah dapat juga dilakukan dengan berbagai penempatan, berbagai model antara lain :
l  Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan untuk anak autistik yang telah diterapi memerlukan pelayanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Sekolah transisi sedapat mungkin terdapat disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak.
l  Program pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan pelayanan bagi anak autistik untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan :
v  Guru terkait telah siap menerima anak autistik
v  Tersedia ruang khusus untuk penanganan Individual
v  Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping
v  Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 anak autistik
l  Program pendidikan terpadu
Program pendidikan terpadu dilaksanakan disekolah reguler dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani dikelas khusus untuk layanan remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik dikelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
l  Sekolah khusus autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan disekolah reguler. Anak disekolah ini sangat sulit untuk berkonsentrasi dengan adanya distraksi disekeliling mereka, pendidikan disekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri,bakat dan minat sesuai potensi mereka
l  Program sekolah dirumah
Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau yang mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah dirumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah dan orang tua.
l  Panti rehabilitasi autis
Anak autis yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program dipanti (griya) rehabilitasi autistik. Program ini lebih terfokus pada pengembangan :
v  Pengenalan diri
v  Sensori motor dan persepsi
v  Motorik kasar dan halus
v  Kemampuan berbahasa dan komunikasi
v  Bina diri, kemampuan sosial
v  Keterampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya
Dari beberapa model layanan pendidikan diatas yang banyak digunakan dilapangan adalah kelas transisi, sekolah khusus autistik ,dan panti rehabilitasi.


Bab III
Pembahasan
A. Analisis
Nama                          : Abimanyu Forestri
Nama Panggilan         : Abim
Tempat-tanggal lahir   : Samarinda,5 Februari 2008
Jenis Kelamin             : Laki-laki
Alamat                        : Jln. Jelawat No.03, Kelurahan Timbau Tenggarong
Sekolah                       : TK Islam Arafah, Tenggarong

Karakteristik            : Diam jarang berinteraksi, agak tidak nyambung, susah terfokus terhadap apa yang sedang ia lakukan atau perintah, selalu mengulang kata terakhir dari apa yang telah diucapkan orang lain, selalu sendiri tidak suka berteman, suka tertawa sendiri terhadap hal yang tidak jelas, jika diperintah hanya melakukan dengan gerakan tidak mau ngomong, bisa menangkap pelajaran tetapi pelajaran yang diberikan harus berulang terus menerus, lebih cepat ingat atau suka dengan  huruf 'O' / benda bulat , motoriknya lemah, jika berteman     hanya mengamati tidak mau gabung dengan teman-temannya.
B. Sintesis
Berdasarkan pengamatan yang telah saya lakukan , saya berpendapat bahwa Abim mengalami gangguan interaksi sosial dan juga gangguan komunikasi.
C. Diagnosis
Dilihat dari semua analisis yang telah saya dapatkan saya menarik kesimpulan bahwa anak yang saya amati yang sering disapa Abim ini mengalami Autisme yang disebabkan oleh beberapa Faktor, diantaranya faktor genetik dari keluarga,dan juga beberapa faktor negatif dari lingkungannya.
D. Prognosis
Langkah awal saya dalam sedikit melakukan pengamatan pada diri Abim, saya memperkenalkan nama saya dan menanyakan namanya siapa, saya juga mencoba untuk mengobrol dengan Abim, Abim tidak bisa terlalu menangkap apa yang saya tanyakan padanya,Abim selalu mengikuti kata terakhir dari apa yang baru saja saya ucapkan.
Ketika pembelajaran hendak dimulai,Abim seperti kebingungan. Berdasarkan informasi dari guru pembimbing Abim memang seperti itu setiap kali pertemuan, artinya Abim perlu diperintah secara berulang-ulang agar dia mengerti. Ketika saya tanya pada Abim untuk menunjukkan huruf 'R' Abim dapat menunjukkan kembali huruf tersebut , dengan catatan bahwa yang membimbing Abim, setiap perintah memang harus dikatakan berulang-ulang, setelah Abim dapat melakukan dengan benar saya mengajaknya untuk berkompak telapak tangan dan mengatakan "yeeee, Abim bisa" agar Abim tertarik.
E.  Treatment
Berdasarkan observasi yang saya lakukan terhadap Abim, saya sedikit melakukan penanganan, yang terdiri dari :
ü  Saya selalu mengajaknya untuk berkompak telapak tangan dan menjabat tangannya sambil berkata "Abim itu bisa,ayok gimana tadi kata bunda yaa"
ü  Saya juga selalu berkata "oke" kepada Abim setelah iya mampu mengikuti perkataan saya/guru pembimbingnya dalam pengenalan huruf pada saat itu.
ü  Dalam keadaan Abim yang tidak mau berteman, ketika istirahat saya mengajak Abim untuk mengobrol, walaupun ia tidak merespon setidaknya ia memperhatikan saya berbicara padanya, setelah beberapa kali saya melakukan pendekatan dengan Abim, ia mau untuk mengikuti apa yang saya katakan walau hanya sedikit.
ü  Pembelajaran yang sangat ia sukai yaitu, pada saat waktunya pembelajaran dan permainan komputer, pada pertama Abim diberikan permainan yang menggunakan komputer Abim tidak bisa mengendalikan emosinya yang tidak terkontrol, ia senang terhadap permainan yang ada pada layar komputer tetapi ia tidak bisa diam dan menarik-narik mouse,saat itu penangannya yaitu dengan mengajak Abim ngbrol dan memintanya memperhatikan bagaimana menggunakan mouse,hal ini sebelumnya saya/guru pembimbingnya dahulu yang mencontohkan. Hal ini tidak berlangsung cepat, perlu pengulangan secara terus-menerus agar Abim mau mengikuti.

F.  Komentar
Anastya Eka Yoanari :
Kesimpulan saya setelah membaca hasil laporan observasi Meri tentang  Abim, saya menyimpulkan Abim termasuk ke dalam tipe kepribadian Phelgmatic. Karena Abim temasuk anak yang pendiam tidak banyak berbicara. Ketika berteman ia lebih banyak mengamati teman-temannya, tetapi tidak mau bergabung dengan teman-temannya. Abim juga suka melakukan kegiatan berdasarkan susunan sehari-hari, ia tidak suka dengan perubahan susunan acaranya sehari-hari.
Tika Karmila Sari :
Berdasarkan laporan dari observasi Mery terhadap anak yang bernama Abim saya menyimpulkan bahwa Abim termasuk anak dengan tipe kepribadian Phelgmatic karena dia lebih suka menyendiri, suka melakukan segala sesuatu berdasarkan urutan yang telah diberikan, Abim juga anak yang cenderung diam dan tidak mau bergabung dengan teman-temannya.
Tajli Laila Oktaviani :
Berdasarkan laporan observasi yang dilakukan oleh mery anggarda abim termasuk tipe anak phelgmatic karena dari karakteristik yang disampaikan mery sama dengan ciri-ciri anak phelgmatic yaitu:
1.  Tidak suka ribut karena jarang berinteraksi
2.    Gampang setuju pada keinginan orang lain

Siti Hardiyanti :
Saya menyimpulkan dari hasil observasi saudari mery bahwa abim termasuk tipe anak yang phelgmatic karena abim mempunyai ciri-ciri suka menyendiri dan tidak mau bergaul, tidak suka keributan, jarang berinteraksi dengan sesama teman  dan mengulang-ulang kata terakhir dari setiap perkataan orang lain.

Noor Jannah :
Berdasarkan dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh saudari Mery maka dapat saya simpulkan bahwa anak yang bernama Abim itu termasuk tipe anak yang phelgmatic. Mengapa abim itu dikatakan anak  yang bertipe phelgmatic karena dia itu sering berdiam diri atau menyendiri, apa bila dia dajak berbicara maka dia aan mengulang kata terakhir yang telang diucapkan.

Fatimah Nur Aini :
Berdasarkan observasi yang  dilakukan oleh mery saya dapat menyimpulkan bahwa anak yang  bernama Abim ini termasuk tipe anak yang phelgmatic karena Abim,kenapa abim di masukkan kedalam tipe anak phelgmaic karena abim meruakan anak yang sering bediam diri  atau menyendiri.abim juga sering mengulang kata terakhi yang kita sampai kan dan abim juga jarang berinteraksi antar sesama temannya.

Selvitariani Nur Hamzah :
Berdasarkan hasil observasi diatas saya merasa bahwa abim termasuk anak yang menarik diri dari lingkungan dia lebih suka bermain sendiri ketimbang bersama kelompok. sikap yang terjadi pada abim harus mendapatkan penangan yang tepat agar beberapa tindakannya semakin baik. Menurut saya abim termasuk anak yang memiliki kepribadian phelgmaic karena abim lebih senang sendiri dan dia terbilang anak yang tertutup.

Mery Anggarda Pratiwi :
Menurut saya, Abim termasuk anak autisme yang memiliki tipe kepribadian Plegmatis yaitu tipe anak pendiam dan lebih berperan sebagai pengamat,artinya Abim tidak terlalu suka bergaul dengan teman sebayanya ia hanya mengamati teman-teman yang sedang bermain tetapi tidak mau bergabung,dengan sikap Abim yang demikian menurut saya Abim bisa mendapatkan penanganan terapi lagi agar mendapatkan kondisi dan perubahan lebih baik, dan dari pihak orang tua lebih memperhatikan keadaan Abim, seperti selalu mengajak Abim untuyk berinteraksi dengan orang lain.


Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, saya menarik kesimpulan bahwa Autistik adalah kondisi yang dialami seseorang dimana ia selalu asik dengan dunianya sendiri , dan juga gangguan interaksi sosial yang penyebabnya bisa dari beberapa faktor, seperti memang dari faktor genetik, kelainan syaraf dan kemungkinan lainnya, gejalanya dapat mulai tampak sebelum umur 3 tahun. Menurut pendapat saya berdasarkan anak dengan kondisi autis yang saya amati, anak autis tidak suka dengan perubahan susunan acaranya sehari-hari atau dengan kata lain tidak suka dengan perubahan keadaan atau lingkungannya.
B.  Saran
Menurut pengamatan saya hendaknya Abim melanjutkan terapi yang sudah pernah ia jalani, dan dilakukan secara lebih intensif dengan harapan kondisinya menjadi semakin lebih baik.
Secara umum saran saya untuk para pembimbing anak autisme, lebih menambah pengetahuan tentang Autisme itu sendiri. Baik secara pengertiannya dahulu sebab-sebab maupun penanganannya. Begitu juga seorang guru agar tahu bagaimana penyelenggaraan pendidikan bagi anak autisme tersebut.


Daftar Pustaka

http://mutmainnahbasri94.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar