Tugas Observasi Bimbingan
dan Konseling di PAUD
Disusun
oleh :
Mery Anggarda Pratiwi
Nim
: 1205125005
Dosen :
Rahman, S.Pd., M.Pd
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI S-1 PAUD
2012/2013
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan tugas yang telah diberikan dengan
mata kuliah Bimbingan dan konseling, pada kesempatan ini saya mengambil anak
dengan penyandang auitisme sebagai objek untuk diamati dan dilakukan penanganan
untuk beberapa kali. Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak
berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Autisme berasal dari kata
auto yang berarti sendiri, penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya
sendiri. Istilah autisme diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,
sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Dahulu
dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autisme
masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada
usia sedini mungkin, sebaiknya jangan melebihi usia 5 tahun karena diatas usia
ini perkembangan otak anak akan sangan melambat. Usia paling ideal adalah 2-3
tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling
cepat.
Menurut Mudjito, autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidka mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Menurut Mudjito, autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidka mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Autis yang merupakan gangguan perkembangan pervasif
pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dengan adanya
metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang
ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis
semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih
misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini
masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor
resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang
dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin
hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi,
bukan untuk menghindari kejadian autis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang tersebut, saya dapat
merumuskan beberapa permasalahan,yaitu :
a)
Pengertian Auitis
b)
Apa penyebab Autis
c)
Apa gejala Autis
d)
Bagaimana penanganan terhadap penderita Autis
e)
Bentuk pelayanan pendidikan untuk penderita Auitis
C. Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah diatas, tujuan penulisan dari
tugas ini yaitu :
a)
Sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah yang diberikan
dosen
b)
Sebagai sedikit referensi sesama mahasiswa ataupun pembaca
lainnya dalam memahami tentang Autisme
serta penyebab,ciri-ciri,dan juga penanganannya.
Bab II
Dasar Teori
A. Pengertian
Autisme
Autisme adalah
gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah
timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun, pengertian lain yaitu Autisme adalah
gangguan perkembangan pada anak dengan 3 ciri atau gejala utama, yaitu gangguan
pada interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola tingkah laku atau minat
yang repetitif dan stereotip. Gejala autisme ini sangat bervariasi dan sudah
timbul sebelum anak tersebut berumur 3 tahun. Selain bervariasi, intensitas
gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Itu
sebabnya, gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic
Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Penyebab autisme adalah gangguan
neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak
mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat
menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan
orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta
seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan
dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.
Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif
dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung
sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan
mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab
yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme
juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut
di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih
sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum
Autistik (GSA). Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna
kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang
rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi.
Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik,
matematika, menggambar). Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang
kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik
infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.
Prevalensi autisme menigkat dengan sangat
mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San
Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak.
Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi
1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat
registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati
angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan
perbandingan 4:1. Kata autis sendiri berasal dari bahasa Yunani "auto"
berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala
"hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma
mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika
ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak
ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak
sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan
sebagainya). Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama
kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic
Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan
terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan
orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi
yang aneh.
B. Penyebab autis
Penyebab autis
belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena
multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia,
ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan
fisik termasuk autis.
Beberapa teori
terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada
terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik
yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu
keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama. Selain
itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk;
perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan
sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Akhir-akhir ini
dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan pencernaan dan gejala
autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistik ini mempunyai sistem
pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan
tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua
makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida,
suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine.
Ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh,
masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid
menjadi morphin yaitu casomorphin dan
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku Sampai saat ini para ahli belum menentukan penyebab pasti mengapa seorang anak menjadi autisme. Beberapa ahli berpendapat autisme merupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti:
a. Faktor genetik
diduga karena adanya kromosom (ditemukan 5-20% penyandang autisme) seperti kelainan kromosom yang disebut syndrome fragile-x/
b. Kelainan otak
adanya kerusakan atau berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut sel purkinye.
c. Kelainan Neurotransmitter
terjadi karena impuls listrik antar sel terganggu alirannya. Neurotransmitter yang diduga tersebut adalah serotine (kadarnya tinggi dalam darah ± 30% penyandang autisme) dan dopamine (diduga rendah kadar darahnya pada penyandang autisme)
d. Kelainan Peptida di otak
dalam keadaan normal, glutein (protein gandum) dan kasein (protein susu) dipecah dalam usus menjadi peptida dan asam amino. Sebagian kecil peptida tersebut diserap di usu dan kemudian beredar dalam darah. Bila berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dan sebagian lainnya akan disaring kembali saat melewati batang otak sehingga yang masuk kedalam otak hanya sedikit (khususnya gliadorphin, turunan peptida glutein dan casomordophin turunan pepsida kasein).
e. Komplikasi saat hamil dan persalinan
komplikasi yang terjadi seperti pendarahan pada trimester pertama yaitu janin yang disertai terisapnya cairan ketuban yang bercampur feses dan obat-obatan yang diminum ibu selama masa kehamilan.
f. Kekebalan tubuh.
Terjadi karena kemungkinan adanya interaksi gangguan kekebalan tubuh (autoimun) dengan faktor lingkungan yang menyebabkan autisme.
g. keracunan
keracunan yang banyak dicurigai adalah karena keracunan logam berat timah hitam (Plumbun), arsen, antimony, cadmium, dan merkuri yang berasal dari polusi udara, air ataupun makanan.
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku Sampai saat ini para ahli belum menentukan penyebab pasti mengapa seorang anak menjadi autisme. Beberapa ahli berpendapat autisme merupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti:
a. Faktor genetik
diduga karena adanya kromosom (ditemukan 5-20% penyandang autisme) seperti kelainan kromosom yang disebut syndrome fragile-x/
b. Kelainan otak
adanya kerusakan atau berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut sel purkinye.
c. Kelainan Neurotransmitter
terjadi karena impuls listrik antar sel terganggu alirannya. Neurotransmitter yang diduga tersebut adalah serotine (kadarnya tinggi dalam darah ± 30% penyandang autisme) dan dopamine (diduga rendah kadar darahnya pada penyandang autisme)
d. Kelainan Peptida di otak
dalam keadaan normal, glutein (protein gandum) dan kasein (protein susu) dipecah dalam usus menjadi peptida dan asam amino. Sebagian kecil peptida tersebut diserap di usu dan kemudian beredar dalam darah. Bila berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dan sebagian lainnya akan disaring kembali saat melewati batang otak sehingga yang masuk kedalam otak hanya sedikit (khususnya gliadorphin, turunan peptida glutein dan casomordophin turunan pepsida kasein).
e. Komplikasi saat hamil dan persalinan
komplikasi yang terjadi seperti pendarahan pada trimester pertama yaitu janin yang disertai terisapnya cairan ketuban yang bercampur feses dan obat-obatan yang diminum ibu selama masa kehamilan.
f. Kekebalan tubuh.
Terjadi karena kemungkinan adanya interaksi gangguan kekebalan tubuh (autoimun) dengan faktor lingkungan yang menyebabkan autisme.
g. keracunan
keracunan yang banyak dicurigai adalah karena keracunan logam berat timah hitam (Plumbun), arsen, antimony, cadmium, dan merkuri yang berasal dari polusi udara, air ataupun makanan.
C. Gejala Autis
1. gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non
verbal
· Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
· Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain
yang sering disebut sebagai bahasa planet.
· Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang
sesuai
· Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
· Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian ,
nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya.
· Kadang bicara monoton seperti robot
· Mimik muka datar
· Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan
bereaksi dengan cepat
2. Gangguan pada
bidang interaksi sosial
· Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
· anak mengalami ketulian
· Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
· Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
· Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat
dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
· Bila didekati untuk bermain justru menjauh
· Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
· Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di
pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
· Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan
terhadap orang tuanya
3. Gangguan pada
bidang perilaku dan bermain
· Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan
melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
· Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya
juga aneh
· Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus
menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
· Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong
tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
· Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar,
air yang bergerak
· Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari
kesana sini, melompat - lompat, berputar -putar, memukul benda berulang - ulang
4. gangguan pada
bidang perasaan dan emosi
Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat
anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang
sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
· Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang
nyata
· Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila
tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan
dekstruktif
5. Gangguan dalam
persepsi sensoris
· Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
· Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
·Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot
untuk melepaskan diri dari pelukan Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan
bahan tertentu
D. Penanganan pada
penderita Autis
Salah satu masalah dalam penanganan penderita autisme
adalah tidak adanya standar baku dalam hal terapi untuk autis. Hal ini karena
penyebab autis sendiri tidak banyak diketahui, terlebih lagi tiap penderita
biasanya menunjukan hal yang berbeda-beda baik secara fisik, emosional, tingkah
laku dan sosialnya. Walaupun demikian dapat ditemukan berbagai jenis terapi
untuk mengatasi masalah autis, yaitu:
1.
Terapi Fisik/fisioterapi Autis merupakan
gangguan perkembangan pervasif (pervasive
developmental disorders / PDD). Dimana mengacu pada keterlambatan
perkembangan otak motorik seseorang. Banyak penderita autis yang memiliki
penundaan perkembangan motorik dan beberapa penderita mempunyai massa otot yang
rendah (lemah). Terapi fisik pada penderita autis dapat melatihnya dengan kekuatan otot,
koordinasi dan kemampuan dasar berolahraga.
2.
Terapi Bermain Terapi bermain
walaupun terdengar aneh, tetapi anak penderita autis memerlukan bantuan untuk
bermain. Bermain juga dapat digunakan sebagai alat untuk melatih percakapan,
kemampuan berkomunikasi dan sosial. Terapi bermain ini dapat digabungkan dengan
terapi berbicara, terapi okupasi dan terapi fisik.
3.
Terapi Visual Banyak penderita
autis merupakan pemikir visual, sehingga metode pembelajaran berkomunikasi
melalui gambar dapat dilakukan. Salah satu caranya adalah melalui PECS (Picture Exchange Communication). Selain
itu pembelajaran melalui video juga dapat dilakukan baik dengan video modeling,
video games ataupun sistem komunikasi elektronik lain. Metode ini dapat
menampung kelebihan penderita autis di bidang visual untuk digunakan membangun
keterampilan dan komunikasinya menjadi lebih baik.
4.
Terapi Wicara Hampir semua
penderita autisme mempunyai masalah bicara ataupun bahasa sehingga diharapkan
dengan terapi bicara ataupun berbahasa dapat membantu penderita autis untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
5.
Terapi Okupasi Terapi okupasi
ini berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Karena kebanyakan
penderita autis mengalami perkembangan motorik yang lambat, maka terapi okupasi
sangatlah penting. Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan
sensorik terintegrasi, yaitu suatu teknik yang dapat membantu penderita autis
untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap suara, cahaya maupun sentuhan.
6.
Terapi Biomedis Terapi biomedis
termasuk juga penggunaan obat-obatan untuk penanganan autis, walaupun
kebanyakan perawatan biomedis yang dilakukan berdasarkan metode pendekatan DAN
(Defeat Autism Now). Dokter yang
telah menjalani pelatihan mengenai metode DAN ini akan menentukan diet khusus,
suplemen ataupun perawatan alternatif lain untuk penanganan penderita autis.
7.
Terapi Tingkah Laku Anak yang
menderita autis seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk
mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan menderita akibat hipersensitifitas
terhadap suara, cahaya ataupun sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar
atau mengganggu. Seorang terapis tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui
penyebab dibalik prilaku negatif tersebut dan merekomendasikan perubahan
terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat memperbaiki tingkah
lakunya.
8.
Terapi Kemampuan Sosial Salah satu akibat
dari autis adalah sedikitnya kemampuan sosial dan komunikasi. Banyak anak yang
menderita autis memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat
mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau bahkan mengenal
tempat bermainnya. Seorang terapis kemampuan sosial dapat membantu untuk
menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi sosial.
9.
Terapi Perkembangan Terapi
perkembangan atau developmental therapies
bertujuan untuk membangun minat, kekuatan dan perkembangan anak sendiri untuk
meningkatkan kemampuan kecerdasan, emosional dan sosialnya. Terapi perkembangan
seringkali bertolak belakang dengan terapi tingkah laku, yang biasanya paling
baik dilakukan untuk mengajarkan keterampilan khusus pada anak, seperti
misalnya mengikat tali sepatu, cara menggunakan sendok dan garpu saat makan,
cara memakai baju, atau menggosok gigi dll.
E. Bentuk pelayanan pendidikan untuk penyandang Autis
Pada anak
autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang
menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh" dari gejala
autistiknya. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan
perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara
normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Pada
saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam kelompok anak-anak
normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam meniru/imitating) dapat mempunyai
figur/role model anak normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya
1. Kelas Terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini
ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb)
dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten,
dsb)
Tujuan kelas
terpadu adalah:
1)
Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah
reguler2. Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler,
sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya
Prasyarat:
Prasyarat:
- Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb)
- Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan)
- Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)
2)
Program inklusi (mainstreaming)
Program ini dapat
berhasil bila ada:
a)
Keterbukaan dari
sekolah umum
b)
Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak
normal
c)
Peningkatan SDM/guru terkait
d)
Proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus
(GPK)
e)
Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja
(Mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya)
f)
Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya
karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman
sekelasnya/peers.
g)
Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan
terapi 1:1 di sekolah umum
3)
Sekolah Khusus
Pada kenyataannya
dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi
ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi
dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan
potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis,
komputer, matematika, ketrampilan dsb.Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke
dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal.
Contoh sekolah
khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga, Sekolah Musik, Sekolah
seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil, Sekolah computer.
4)
Program sekolah dirumah (Homeschooling Program)
Adapula anak
autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus karena
keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik
dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program
Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan para guru/terapis
serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, dapat
dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan
cara terbaik untuk men-generalisasi program dan membentuk hubungan yang positif
antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukungan dan
kerjasama antara guru sekolah dan terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi
kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah
reguler/SLB untuk bidang yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang
memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi
kehidupan bersama seorang autistik.
Bentuk pelayanan
pendidikan untuk anak autistik usia sekolah dapat juga dilakukan dengan
berbagai penempatan, berbagai model antara lain :
l Kelas transisi
Kelas ini
diperuntukkan untuk anak autistik yang telah diterapi memerlukan pelayanan
khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur.
Sekolah transisi sedapat mungkin terdapat disekolah reguler, sehingga pada saat
tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan
kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak.
l Program
pendidikan Inklusi
Program ini
dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan pelayanan bagi
anak autistik untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi
persyaratan :
v Guru terkait
telah siap menerima anak autistik
v Tersedia ruang
khusus untuk penanganan Individual
v Tersedia guru
pembimbing khusus dan guru pendamping
v Dalam satu kelas
sebaiknya tidak lebih dari 2 anak autistik
l Program
pendidikan terpadu
Program
pendidikan terpadu dilaksanakan disekolah reguler dalam kasus/waktu tertentu,
anak-anak autistik dilayani dikelas khusus untuk layanan remedial atau layanan
lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik dikelas khusus bisa sebagian
waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
l Sekolah khusus
autis
Sekolah ini
diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat
mengikuti pendidikan disekolah reguler. Anak disekolah ini sangat sulit untuk
berkonsentrasi dengan adanya distraksi disekeliling mereka, pendidikan
disekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri,bakat dan minat
sesuai potensi mereka
l Program sekolah
dirumah
Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental
atau yang mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti
program sekolah dirumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas
kerjasama sekolah dan orang tua.
l Panti
rehabilitasi autis
Anak autis yang kemampuannya sangat rendah,
gangguannya sangat parah dapat mengikuti program dipanti (griya) rehabilitasi
autistik. Program ini lebih terfokus pada pengembangan :
v Pengenalan diri
v Sensori motor dan
persepsi
v Motorik kasar dan
halus
v Kemampuan
berbahasa dan komunikasi
v Bina diri,
kemampuan sosial
v Keterampilan
kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya
Dari beberapa model layanan pendidikan diatas yang
banyak digunakan dilapangan adalah kelas transisi, sekolah khusus autistik ,dan
panti rehabilitasi.
Bab III
Pembahasan
A. Analisis
Nama : Abimanyu
Forestri
Nama Panggilan : Abim
Tempat-tanggal lahir : Samarinda,5 Februari 2008
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Jelawat No.03,
Kelurahan Timbau Tenggarong
Sekolah : TK Islam Arafah, Tenggarong
Karakteristik : Diam jarang berinteraksi, agak
tidak nyambung, susah terfokus terhadap apa yang sedang
ia lakukan atau perintah, selalu mengulang kata
terakhir dari apa yang telah diucapkan orang lain, selalu sendiri tidak suka
berteman, suka tertawa sendiri terhadap hal yang tidak jelas, jika diperintah
hanya melakukan dengan gerakan tidak mau ngomong, bisa menangkap
pelajaran tetapi pelajaran yang diberikan harus berulang terus menerus, lebih
cepat ingat atau suka dengan huruf 'O' /
benda bulat , motoriknya lemah, jika berteman hanya
mengamati tidak mau gabung dengan teman-temannya.
B. Sintesis
Berdasarkan pengamatan yang telah saya lakukan , saya
berpendapat bahwa Abim mengalami gangguan interaksi sosial dan juga gangguan
komunikasi.
C. Diagnosis
Dilihat dari semua analisis yang telah saya dapatkan
saya menarik kesimpulan bahwa anak yang saya amati yang sering disapa Abim ini
mengalami Autisme yang disebabkan oleh beberapa Faktor, diantaranya faktor
genetik dari keluarga,dan juga beberapa faktor negatif dari lingkungannya.
D. Prognosis
Langkah awal saya dalam sedikit melakukan pengamatan
pada diri Abim, saya memperkenalkan nama saya dan menanyakan namanya siapa,
saya juga mencoba untuk mengobrol dengan Abim, Abim tidak bisa terlalu
menangkap apa yang saya tanyakan padanya,Abim selalu mengikuti kata terakhir
dari apa yang baru saja saya ucapkan.
Ketika pembelajaran hendak dimulai,Abim seperti kebingungan. Berdasarkan
informasi dari guru pembimbing Abim memang seperti itu setiap kali pertemuan,
artinya Abim perlu diperintah secara berulang-ulang agar dia mengerti. Ketika
saya tanya pada Abim untuk menunjukkan huruf 'R' Abim dapat menunjukkan kembali
huruf tersebut , dengan catatan bahwa yang membimbing Abim, setiap perintah
memang harus dikatakan berulang-ulang, setelah Abim dapat melakukan dengan
benar saya mengajaknya untuk berkompak telapak tangan dan mengatakan
"yeeee, Abim bisa" agar Abim tertarik.
E. Treatment
Berdasarkan observasi yang saya lakukan terhadap Abim,
saya sedikit melakukan penanganan, yang terdiri dari :
ü Saya selalu
mengajaknya untuk berkompak telapak tangan dan menjabat tangannya sambil
berkata "Abim itu bisa,ayok gimana tadi kata bunda yaa"
ü Saya juga selalu
berkata "oke" kepada Abim setelah iya mampu mengikuti perkataan
saya/guru pembimbingnya dalam pengenalan huruf pada saat itu.
ü Dalam keadaan
Abim yang tidak mau berteman, ketika istirahat saya mengajak Abim untuk
mengobrol, walaupun ia tidak merespon setidaknya ia memperhatikan saya
berbicara padanya, setelah beberapa kali saya melakukan pendekatan dengan Abim,
ia mau untuk mengikuti apa yang saya katakan walau hanya sedikit.
ü Pembelajaran yang
sangat ia sukai yaitu, pada saat waktunya pembelajaran dan permainan komputer,
pada pertama Abim diberikan permainan yang menggunakan komputer Abim tidak bisa
mengendalikan emosinya yang tidak terkontrol, ia senang terhadap permainan yang
ada pada layar komputer tetapi ia tidak bisa diam dan menarik-narik mouse,saat
itu penangannya yaitu dengan mengajak Abim ngbrol dan memintanya memperhatikan
bagaimana menggunakan mouse,hal ini sebelumnya saya/guru pembimbingnya dahulu
yang mencontohkan. Hal ini tidak berlangsung cepat, perlu pengulangan secara
terus-menerus agar Abim mau mengikuti.
F. Komentar
Anastya Eka
Yoanari :
Kesimpulan saya setelah membaca hasil laporan
observasi Meri tentang Abim, saya menyimpulkan Abim termasuk ke dalam
tipe kepribadian Phelgmatic. Karena Abim temasuk anak yang pendiam tidak banyak
berbicara. Ketika berteman ia lebih banyak mengamati teman-temannya, tetapi
tidak mau bergabung dengan teman-temannya. Abim juga suka melakukan kegiatan
berdasarkan susunan sehari-hari, ia tidak suka dengan perubahan susunan
acaranya sehari-hari.
Tika Karmila
Sari :
Berdasarkan laporan dari observasi Mery terhadap
anak yang bernama Abim saya menyimpulkan bahwa Abim termasuk anak dengan tipe
kepribadian Phelgmatic karena dia lebih suka menyendiri, suka melakukan segala
sesuatu berdasarkan urutan yang telah diberikan, Abim juga anak yang cenderung
diam dan tidak mau bergabung dengan teman-temannya.
Tajli Laila Oktaviani :
Berdasarkan
laporan observasi yang dilakukan oleh mery anggarda abim termasuk tipe anak phelgmatic
karena dari karakteristik yang disampaikan mery sama dengan ciri-ciri anak phelgmatic
yaitu:
1. Tidak suka ribut
karena jarang berinteraksi
2. Gampang setuju
pada keinginan orang lain
Siti
Hardiyanti :
Saya menyimpulkan dari hasil observasi
saudari mery bahwa abim termasuk tipe anak yang phelgmatic karena abim
mempunyai ciri-ciri suka menyendiri dan tidak mau bergaul, tidak suka
keributan, jarang berinteraksi dengan sesama teman dan mengulang-ulang kata terakhir dari setiap
perkataan orang lain.
Noor
Jannah :
Berdasarkan dari hasil observasi
yang telah dilakukan oleh saudari Mery maka dapat saya simpulkan bahwa anak
yang bernama Abim itu termasuk tipe anak yang phelgmatic. Mengapa abim itu dikatakan
anak yang bertipe phelgmatic karena dia
itu sering berdiam diri atau menyendiri, apa bila dia dajak berbicara maka dia
aan mengulang kata terakhir yang telang diucapkan.
Fatimah
Nur Aini :
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh mery saya dapat menyimpulkan
bahwa anak yang bernama Abim ini termasuk
tipe anak yang phelgmatic karena Abim,kenapa abim di masukkan kedalam tipe anak
phelgmaic karena abim meruakan anak yang sering bediam diri atau menyendiri.abim juga sering mengulang
kata terakhi yang kita sampai kan dan abim juga jarang berinteraksi antar
sesama temannya.
Selvitariani
Nur Hamzah :
Berdasarkan hasil observasi diatas
saya merasa bahwa abim termasuk anak yang menarik diri dari lingkungan dia
lebih suka bermain sendiri ketimbang bersama kelompok. sikap yang terjadi pada
abim harus mendapatkan penangan yang tepat agar beberapa tindakannya semakin
baik. Menurut saya abim termasuk anak yang memiliki kepribadian phelgmaic
karena abim lebih senang sendiri dan dia terbilang anak yang tertutup.
Mery
Anggarda Pratiwi :
Menurut saya, Abim termasuk anak
autisme yang memiliki tipe kepribadian Plegmatis yaitu tipe anak pendiam dan
lebih berperan sebagai pengamat,artinya Abim tidak terlalu suka bergaul dengan
teman sebayanya ia hanya mengamati teman-teman yang sedang bermain tetapi tidak
mau bergabung,dengan sikap Abim yang demikian menurut saya Abim bisa
mendapatkan penanganan terapi lagi agar mendapatkan kondisi dan perubahan lebih
baik, dan dari pihak orang tua lebih memperhatikan keadaan Abim, seperti selalu
mengajak Abim untuyk berinteraksi dengan orang lain.
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, saya
menarik kesimpulan bahwa Autistik adalah kondisi yang dialami seseorang dimana
ia selalu asik dengan dunianya sendiri , dan juga gangguan interaksi sosial
yang penyebabnya bisa dari beberapa faktor, seperti memang dari faktor genetik,
kelainan syaraf dan kemungkinan lainnya, gejalanya dapat mulai tampak sebelum
umur 3 tahun. Menurut pendapat saya berdasarkan anak dengan kondisi autis yang
saya amati, anak autis tidak suka dengan perubahan susunan acaranya sehari-hari
atau dengan kata lain tidak suka dengan perubahan keadaan atau lingkungannya.
B. Saran
Menurut pengamatan saya hendaknya Abim melanjutkan
terapi yang sudah pernah ia jalani, dan dilakukan secara lebih intensif dengan
harapan kondisinya menjadi semakin lebih baik.
Secara umum saran
saya untuk para pembimbing anak autisme, lebih menambah pengetahuan tentang
Autisme itu sendiri. Baik secara pengertiannya dahulu sebab-sebab maupun
penanganannya. Begitu juga seorang guru agar tahu bagaimana penyelenggaraan
pendidikan bagi anak autisme tersebut.
Daftar Pustaka
http://mutmainnahbasri94.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar